REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Pusat Riset Perkotaan dan Wilayah Universitas Indonesia Hendrikus Andi Simarmata menilai, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung jangan hanya dilihat dari sisi perhubungan saja melainkan juga dari segi pembangunan perkotaan.
Ia menuturkan, dalam perjalanan kereta cepat tersebut, akan melewati sejumlah kawasan pertanian, resapan air, rawan bencana yang harus diaantisipasi oleh tekanan laju pembangunan perkotaan sehingga yang jadi perhatian tidak hanya trase, tapi implikasi ketika konetivitas dibangun,
Seharusnya, ia katakan, bukan hanya Amdal saja yang perlu dikritisi, melainkan juga kajian lingkungan hidup strategisnya.
"Sekarang semua fokus pada Amdal dan trasenya, padahal dampaknya bagi kawasan sekitarnya penting. apakah ada nanti misalnya peralihan mata pencarian masyarakat yang menjadi petani, itu juga jadi perhatian," ujarnya dalam diskusi bertajuk "Dibalik Proyek Kereta Cepat" di Warung Daun, Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (23/1).
Ia mengaku, pada dasarnya perkembangan kebutuhan jaman seperti pengadaan proyek infrastruktur tidak bisa ditolak, namun juga perlu memikirkan langkah matang dan cermat. Menurutnya, keinginan membangun kereta cepat didasarkan pada tingginya jumlah kelas menengah ke atas di Indonesia yang akan jadi target utama.
Ia juga mengkritisi Perpres 107 tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat antara Jakarta dan Bandung.
"Kritik saya pada perpres itu meminta menteri, gubernur, bupati uuntuk sesuaikan tata ruang," katanya menegaskan.