Sabtu 23 Jan 2016 01:11 WIB

DPR: Pembentukan Pansus Freeport Mendesak

Pertambangan Grasberg PT Freeport  (ilustrasi)
Foto: Antara Foto
Pertambangan Grasberg PT Freeport (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPR, Lili Asdjudiredja mengemukakan, pembentukan Panitia Khusus (Pansus) PT Freeport Indonesia saat ini sangat mendesak. Dari sisi aktualitas menurut dia, persoalannya sangat relevan diwujudkan.

"Sebab berbagai persoalan muncul dalam waktu yang relatif berurutan," kata Lili Asdjudiredja kepada wartawan di Jakarta, Jumat (22/1). Pernyataan itu disampaikan Lili terkait rencana pembentukan Pansus Freeport yang sampai saat ini masih bergulir di parlemen.

Anggota dewan dari Fraksi Golkar ini mengatakan, batas waktu kontrak PT Freeport juga akan berakhir 2021. Dua tahun sebelum itu harus ada pembahasan perpanjangan kontrak.

"Namun di tengah situasi seperti itu, kita dihadapkan pada banyak masalah seputar Freeport. Jadi, ini momentum terbaik membentuk Pansus Freeport," katanya.

Menurut Lili, pansus mendesak dibentuk pascaheboh pertemuan mantan presiden direktur Freeport Maroef Syamsoedin, Ketua DPR Setya Novanto dan pengusaha Riza Chalid terungkap juga SK Menteri ESDM 7 Oktober 2015 mengenai perpanjangan kontrak kepada PT Freeport. Selain perpanjangan izin juga adanya izin mengekspor konsentrat yang dibuat di dalam Memorandum of Understanding (MoU) pada Januari 2015, padahal UU tidak membolehkan hal itu.

"Itu tidak sesuai dengan UU Minerba dan PP Nomor 77 Tahun 2014 sebagaimana atas perubahan PP Nomor 23 Tahun 2000. Sebab pembahasan perpanjangan kontrak belum waktunya, kok sudah dikeluarkan perpanjanagn izin," kata Lili.

Relevansi yang kuat untuk membentuk pansus, kata dia, juga terkait mundurnya Maroef Syamsoedin sebagai Presdir Freeport. "Ada apa ini? Selain itu, penawaran divestasi saham yang dinilai banyak kalangan sangat mahal. Padahal divestasi itu wajib dilakukan pemegang izin pertambangan," katanya.

Desakan untuk mengembalikan Freeport ke pangkuan Indonesia terus mengalir pascamencuatnya isu perpanjangan isu tersebut. Front Indonesia Semesta meminta pemerintah segera mengambil alih pengelolaan Freeport.

"Kami menuntut tolak privatisasi dan swastanisasi sumber daya alam Indonesia oleh asing! Kembalikan Freeport ke Indonesia," kata Zam-Zam, anggota Front Indonesia Semesta.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement