Jumat 22 Jan 2016 16:35 WIB

Ada Apa di Balik Tiga Ancaman Bom Adisutjipto?

Rep: Rizma Riyandi/ Red: Achmad Syalaby
Sejumlah anggota TNI AU memeriksa mobil yang masuk menggunakan anjing pelacak bahan peledak di Bandara Adi Sutjipto Yogyakarta, Jumat (22/1).
Foto: Antara/Regina Safri
Sejumlah anggota TNI AU memeriksa mobil yang masuk menggunakan anjing pelacak bahan peledak di Bandara Adi Sutjipto Yogyakarta, Jumat (22/1).

REPUBLIKA.CO.ID,  SLEMAN – Dalam sebulan terakhir, fenomena ancaman bom di berbagai bandara sering terjadi. Termasuk di bandara Adisutjipto Yogyakarta. Meskipun akhirnya para pelaku mengaku hanya bercanda, perbuatan mereka tetap saja membuat geger jagat masa.

General Manager (GM) PT Angkasa Pura I Yogyakarta, Agus Pandu Purnama menuturkan, selama awal tahun ini terjadi tiga kasus ancaman bom. Dari seluruh kasus tersebut, ada enam orang yang diamankan. Satu di antaranya warga negara asing.

“Setelah diserahkan ke Pom AU, semuanya kami serahkan ke kepolisian. Khusus sipil diserahkan ke Polsek Depok Timur, yang warga negara asing ke Polda DIY,” katanya, Jumat (22/1). Beberapa di antaranya mengaku melakukan perbuatan tersebut karena kesal dengan aturan penngamanan bandara yang semakin ketat.

(Baca: Pria Kelahiran Israel Mengaku Bawa Bom).

Padahal menurut Pandu, pihak bandara sendiri sudah melakukan berbagai upaya sosialisasi terkait pengetatan pengamanan dan ancaman pidana terhadap para pelanggar aturan tersebut. Adapun kasus terakhir yang terjadi dilakukan oleh tiga orang mahasiswa perguruan tinggi swasta di Yogyakarta.

Mereka berinisial Rb, R, dan Aa. Pada Selasa (19/1) mereka mengaku membawa bom. Namun setelah diperiksa, calon penumpang Sriwijaya Air nomor penerbangan SJ-231 itu hanya membawa pakaian dan sejumlah barang dalam tasnya.

Ahli psikologi sosial UGM, Prof. Dr. Koentjoro menyampaikan, marakya kejadian tersebut menunjukkan tindakkan yang tidak tegas dari aparat yang berwenang. “Memang ada faktor lain, seperti orang yang tidak tahu aturan bahwa perbuatannya itu merugikan berbagai pihak. Tapi mereka berbuat begitu karena ingin jadi fokus media,” katanya pada Republika.co.id, Jumat (22/1).

Menurut Koentjoro, dalam melakukan aksinya para pelaku akan berpikir antara dampak perbuatannya dengan apa yang akan mereka terima. Misalkan, dengan hukuman yang ringan mereka bisa terkenal. Tentu saja mereka berpikir lebih baik menerima sanksi yang tidak seberapa, asalkan bisa jadi fokus media.

Selain itu, ancaman bom ini bisa menjadi ajang arogansi dan premanisme. Seperti pada kasus ancaman bom oleh seorang nenek di Bandara Adisutjipto dan seorang polisi di Bandara Sultan Hasanudin Makasar. Keduanya menuntut previlage dari petugas bandara. Mereka tidak mau diatur oleh aturan keamanan yang diterapkan baru-baru ini. Maka itu keduanya mengaku membawa bom.

(Baca: Penumpang dari Kualanamu: Saya Bawa Bom!).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement