REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Global Report on Trafficking in Person di Asia Pasifik yang dikeluarkan PBB tahun 2014 mencatat bahwa 36% korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) adalah anak-anak, dimana 64 persen sisanya adalah orang dewasa.
Sedangkan jika dilihat dari jenis traffickingnya, 26 persen korbannya di eksploitasi secara seksual, 64 persen dipekerjakan secara paksa, dan 10 persen unsur lain-lain seperti penyewaan bayi dan anak-anak untuk mengemis, dan lain sebagainya.
Demikian yang disampaikan oleh Staf Ahli Menteri Bidang Pengembangan Sistim Informasi Manajemen Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP & PA), Sri Danti Anwar di ruang kerjanya.
TPPO sendiri, lanjutnya, merupakan kejahatan yang bisa meraub laba paling besar setelah perdagangan narkoba dan perdagangan senjata. Oleh karena itu, kasus perbudakan modern terhadap anak dan perempuan ini masih terus saja terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.
“Lantaran menguntungkan, kasus TPPO semakin berkembang dengan ragam modus. Mulai dari modus korban yang dipacari oleh pelaku, pengiriman tenaga kerja baik di dalam maupun luar negeri, adopsi ilegal, penculikan bayi, pengiriman duta seni, beasiswa ke luar negeri, pernikahan pesanan dan lain sebagainya”, ungkap Sri Danti.
Ia menambahkan bahwa masih ada satu modus baru yang kurang terekspos di Indonesia, meski sudah menjadi perbincangan hangat di dunia internasional.
“Modus ini datang dari sektor dunia usaha. Modus ini bersumber pada sistem Global Supply Chain yang sering diterapkan oleh perusahaan besar swasta yang memiliki banyak cabang di negara-negara lain,” jelasnya.
Sebagai contoh, harus dikritisi apakah pakaian, sepatu, perhiasan yang selama ini dipakai, di balik proses pembuatannya rentan akan unsur perdagangan orang. Apakah di baliknya mempekerjakan anak-anak secara paksa, dan juga ada unsur iming-iming tertentu serta dengan situasi dan kondisi yang buruk, yang kemudian menyebabkan korbannya mengalami kekerasan.
Melihat kompleksitas permasalahan dan munculnya modus-modus baru dalam TPPO maka pencegahan dan penanganannya membutuhkan komitmen semua pemangku kepentingan baik pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, dunia usaha serta media massa.
Untuk mengefektifkan dan menjamin pelaksanaan langkah-langkah Pencegahan dan Penanganan TPPO (PP TPPO), pemerintah dan pemerintah daerah membentuk Gugus Tugas yang beranggotakan wakil-wakil dari pemerintah, penegak hukum, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi dan peneliti/akademisi.
Saat ini Gugus Tugas PP TPPO Pusat beranggotakan 19 (sembilan belas) kementerian dan lembaga, dengan Ketua Gugus Tugas adalah Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) serta Ketua Harian adalah Menteri PP & PA. Dalam melaksanakan mandat sebagai Ketua Harian, Menteri PP & PA di dukung oleh Sekretariat Gugus Tugas PP TPPO.