REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas 2016.
"Kita sudah sepakat dengan Kementerian Kominfo, revisi Undang-Undang ITE masuk Prolegnas 2016," kata anggota Komisi I DPR RI Supiadin Arief Saputra, Kamis (21/1).
Ia menjelaskan materi revisi undang-undang tersebut sudah diterima oleh DPR RI dari pemerintah, namun belum diserahkan pada Komisi I. Menurut dia, revisi UU ITE menjadi perhatian DPR dan pemerintah dengan tujuan melindungi masyarakat dan juga negara, termasuk kelompok masyarakat tertentu yang kerap dipidanakan dengan Pasal 27 Ayat 3 terkait mendistribusikan informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan atau pencemaran nama baik.
"Undang-undang ini harus benar-benar sempurna untuk melindungi warga negara dan juga negara. Ini harus jadi prioritas," jelas dia.
Deputi Direktur Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djafar mengatakan UU ITE Pasal 27 Ayat 3 kerap disalahgunakan oleh seseorang untuk membarter kasus dan juga membalas dendam. "Ada contoh kasus seorang istri korban KDRT, dia 'curhat' ke temannya dan melaporkan suaminya dengan pasal KDRT. Tapi dilaporkan balik oleh suaminya dengan Pasal 27 UU ITE. Lalu minta cabut laporan," kata Wahyudi.
Contoh lainnya adalah kasus Prita Mulyasari yang dipidanakan karena bercerita lewat email tentang keluhannya pada salah satu rumah sakit. Supiandi menjelaskan DPR dapat menyelesaikan revisi UU ITE dengan cepat apabila tidak terlalu banyak yang direvisi.
Pasal 27 Ayat 3 UU ITE, yang disebut dapat memidanakan setiap orang yang berkeluh kesah atau berpendapat tentang suatu hal di internet, akan menjadi pasal prioritas yang direvisi. Namun tidak menutup kemungkinan DPR juga akan merevisi pasal lainnya. "Kalau hanya beberapa pasal tidak lama, pengalaman saya sekali rapat selesai kalau tidak melibatkan masyarakat," ujar Supiadin.