Selasa 19 Jan 2016 19:17 WIB

#KamiTidakTakut Harus Jadi Dukungan Nyata

Warga Jakarta dan warga negara asing melakukan aksi solidaritas di lokasi teror bom di kawasan Sarinah, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Jumat (15/1).
Foto: Republika/Yasin Habibi
Warga Jakarta dan warga negara asing melakukan aksi solidaritas di lokasi teror bom di kawasan Sarinah, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Jumat (15/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gerakan #KamiTidakTakut yang dibuat masyarakat di media sosial untuk menyikapi aksi terorisme di Jalan MH Thamrin Jakarta, Kamis (14/1), harus menjadi dukungan nyata bagi pencegahan terorisme yang dilakukan pemerintah.

"Ketidaktakutan masyarakat terhadap aksi teror kita pandang sebagai hal positif. Ini jadi modal dasar kuat untuk mendukung pemberantasan terorisme dan kelompok radikal tertentu," kata anggota DPR Arsul Sani di Jakarta, Selasa (19/1).

Tantangannya, lanjut Arsul, jajaran pemerintah harus bisa mengubah ketidaktakutan masyarakat itu menjadi sebuah dukungan nyata terhadap kegiatan pencegahan maupun penindakan terorisme di Indonesia. "Badan Nasional Penanggulangan Terorisme tentu berperan," ujar anggota Komisi III DPR dari Fraksi PPP itu.

Menurut Arsul, masyarakat merupakan salah satu faktor penting dalam pencegahan terorisme. Oleh karena itu, masyarakat dituntut untuk peka dan selektif dalam mengamankan lingkungannya dari kemungkinan dijadikan tempat tinggal pelaku.

Selain itu, masyarakat juga dituntut meningkatkan pemahaman ideologi bangsa, yaitu Pancasila dan bagi Muslim juga dituntut untuk memperkuat pemahaman agama Islam yang moderat.

"Ke depan aspek pencegahan menjadi sangat penting dan merupakan kerja besar pemerintah bersama elemen masyarakat. Program deradikalisasi, misalnya, perlu lebih diintensifkan dan diekstensifkan dengan kerja sama dengan seluruh jajaran pemerintah, lembaga negara, dan organisasi kemasyarakatan," kata Arsul.

Ia menegaskan, aksi terorisme tidak bisa dihabisi dengan cara penindakan, apalagi ketika penindakan itu mengesampingkan sisi-sisi hak asasi manusia (HAM) dan menjauhi prinsip-prinsip legalitas (due process of law) yang benar.

Terkait dengan keberadaan ISIS, Arsul melihatnya sebagai gerakan radikal yang harus diperangi karena melakukan kejahatan kemanusiaan dalam skala luas. Namun, dari sudut pandang lainnya, ISIS juga harus dipahami sebagai respons sekelompok radikal terhadap ketidakadilan Barat dalam menyikapi problem kemanusiaan, ekonomi, sosial, dan politik.

"Dalam konteks sudut pandang yang terakhir ini, sebagai pemerintahan yang mayoritas rakyatnya adalah umat Islam, pemerintah Indonesia perlu lebih kritis dalam merespons sikap-sikap Barat ketika bersentuhan dengan dunia dan masyarakat Islam," katanya.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement