REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menghendaki agar pembahasan rancangan undang-undang (RUU) tentang Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri (PPILN) menjadi tonggak reformasi terkait TKI ke luar negeri. Ada filosofi dasar di balik semua itu.
"Kita ingin soal migrasi menjadi hak atau menjadi pilihan bagi TKI yang bekerja di luar negeri,” kata Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri dalam siaran persnya, Selasa (19/1).
Menaker Hanif mengatakan kalau dulu logika yang dibangun adalah logika penempatan sehingga menjadikan TKI sebagai objek penempatan yang bekerja di luar negeri semata. Dalam logika penempatan itu ada pihak yang menempatkan. Menurutnya, bisa negara, bisa swasta. Lalu kemudian ada pihak yang ditempatkan. "Nah, yang ditempatkan berarti posisinya sebagai obyek," ujarnya.
Menurut dia, dimana-mana obyek pasti menjadi korban. Oleh karena itu pemerintah ingin menggunakan logika migrasi saja. Bahwa mau atau tidak bekerja di luar negeri itu adalah hak atau pilihan mereka. "Peran negara menjadi penting adalah melindungi pilihan warga negara yang memutuskan bekerja di luar negeri,” kata Hanif.
Oleh karena itu, Hanif berharap dalam pembahasan RUU PPILN ini bisa menjadikan sistem yang membuat proses TKI yang berangkat, bekerja, dan sampai pulang harus benar-benar bisa cepat, mudah, dan aman.
Dia menegaskan, pemerintah ingin TKI kembali menjadi subyek bukan obyek. Jadi mereka bisa memilih bekerja di mana sehingga pemerintah perlu memberikan kepastian dari awal.
Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Pengambangan Pasar kerja, (Binapentasker) Hery Sudarmanto mengatakan pemerintah ingin RUU PPILN ini bersifat lebih dinamis dan fleksibel namun tetap bahwa intinya migrasi itu adalah hak bagi pekerja. Jika masyarakat memilih migrasi ke luar negeri, tentunya pemerintah memberikan akses kemudahan, cepat, murah, tepat, sederhana, dan transparan.
Dalam pelaksanaan sistem penempatan dan perlindungan TKI diatur lebih lanjut dalam RUU PPILN yang saat ini tengah di bahas DPR dan pemerintah. Selanjutnya turunan pelaksanaannya dapat diatur dalam peraturan pemerintah, peraturan presiden dan peraturan menteri.