Selasa 19 Jan 2016 16:40 WIB

Ketua MPR dan Ketua DPR Setuju Revisi UU Terorisme

Gedung Sarinah ditutup usai ledakan bom di Pos Polisi Sarinah, Jakarta, Kamis (14/1).    (Republika/Wihdan)
Foto: Republika/ Wihdan
Gedung Sarinah ditutup usai ledakan bom di Pos Polisi Sarinah, Jakarta, Kamis (14/1). (Republika/Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua MPR RI Zulkifli Hasan dan Ketua DPR RI Ade Komarudin menanggapi positif adanya rencana untuk merevisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

“Hampir kesepakatan bersama, karena itu penting mengenai revisi undang-undang mengenai terorisme. Mengenai apa? Mengenai pencegahan, orang-orang itu latihan untuk teror itu tidak ada pasalnya, ini polisi minta,” kata Zulkifli, Selasa (19/1).

Zulkifli menilai perlu ada penyempuraan UU Terorisme antara lain pencegahan latihan teror di negara lain.

“Kemudian orang Indonesia yang pergi keluar negeri, itu juga belum ada dasar hukumnya untuk ditindak. Misalnya ikut Suriah dan sebagainya itu belum ada dasarnya, itu perlu dilengkapi maksudnya,” ungkap Zulkifli.

Namun Ketua MPR RI itu mengingatkan, revisi terhadap Undang-Undang Terorisme membutuhkan waktu yang lama, sedangkan penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) relatif tidak lama. Karena itu, jika dianggap mendesak Zulkifli menyarankan bisa dikeluarkan Perppu yang nantinya akan disahkan oleh DPR.

Hal senada disampaikan oleh Ketua DPR RI Ade Komarudin yang menyetujui dilakukannya revisi UU Terorisme.

“Cuma kami juga memberikan pandangan kalau revisi membutuhkan waktu, tahapan, dan prosedur yang harus dilalui,” katanya.

Menurut Ade, jika dilakukan revisi, pasal yang diajukan inisiatif dari pemerintah. Ade menyarankan jika revisi membutuhkan waktu, sementara ada kegentingan memaksa, maka tidak apa-apa pemerintah mengeluarkan Perppu mengenai hal itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement