Selasa 19 Jan 2016 12:17 WIB

Tangani Teroriusme, Mendagri: Jangan Obral Perppu

Petugas sedang melakukan penyerangan terhadap dugaan pelaku saat terjadinya ledakan bom di kawasan Sarinah, Jakarta,Kamis (14/1).
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Petugas sedang melakukan penyerangan terhadap dugaan pelaku saat terjadinya ledakan bom di kawasan Sarinah, Jakarta,Kamis (14/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menolak saran agar pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) sebagai jalan pintas menyelesaikan revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

“Menurut saya Perppu itu jangan diobral ya pada hal-hal yang memang kegentingan memaksa, yang sesegera. Karena memang ada sejumlah pasal kecil yang seharusnya bisa diubah dari revisi Undang-Undang Terorisme, kalau mau serius 2-3 hari selesai. Itu aja,” kata Tjahjo, Selasa (19/1).

Yang penting, lanjut Tjahjo, Badan Intelijen Negara (BIN) itu  tidak sendirian, ada intel TNI, ada intel kepolisian, imigrasi, bea cukai, kejaksaan.

“Yang penting tugas BIN adalah mengkoordinasikan. Itu aja intinya,” ujarnya.

(Baca juga: Revisi UU Terorisme, Jokowi Gelar Rapat Ko​ns​ultasi)

Sementara itu Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung mengatakan, pertemuan pimpinan lembaga negara dengan Presiden dan Wakil Presiden, di Istana Negara, Jakarta, Selasa (19/1) ini mengagendakan secara khusus mengenai hal yang berkaitan dengan tindakan terorisme yang terjadi beberapa waktu yang lalu.

Seskab menyebutkan, sebenarnya pemerintah jauh-jauh hari sudah telah mendeteksi dini bahwa akan ada tindakan terorisme, yang mereka sebut dengan melakukan “konser”.  Tetapi karena kewenangan ataupun juga payung hukum, tidak bisa dilakukan tindakan.

“Maka pada waktu itu hanya 19 orang yang kemudian memang ada bukti yang kuat untuk ditangkap, oleh baik oleh Densus 88 maupun oleh Polri pada waktu itu. Ini kan menunjukkan bahwa ada hal yang perlu dilakukan penyempurnaan, perbaikan, terutama tindakan preventif  dan yang kedua adalah  tindakan yang berkaitan dengan deradikalisasi,” kata Pramono.

Dua hal itulah, kata Pramono, yang nanti akan menjadi hal bahasan pertemuan Presiden Joko Widodo dengan pimpinan lembaga-lembaga  negara.

“Apakah kemudian ini masuk dalam revisi Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang terorisme, tindakan terorisme, ataukah kemudian seperti yang diusulkan oleh Ketua DPR RI Ade Komarudin yang mengusulkan lebih singkat melalui Perppu,” jelas Pramono.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement