REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tujuan utama para pelaku teror adalah menciptakan kepanikan. Bahkan, dalam melakukan aksinya, kepanikan itu tidak hanya diciptakan di lapangan, tetapi juga di media sosial. ]
Hal ini diungkapkan pengamat terorisme dan intelijen, Ridlwan Habib, kepada Republika. Menurut Koordinator Eksekutif Indonesia Intelligence Institute itu, penyebaran kepanikan itu bisa dilihat munculnya berbagai kabar atau isu seiring aksi serangan teror bom di Jalan MH Thamrin, Kamis (17/1) lalu.
Pada saat itu, kabar yang beredar menyebut, ancaman serangan bom tidak hanya terjadi di sekitar kawasan Sarinah tersebut, tetapi di Palmerah, Kuningan, dan Slipi. ''Tujuannya memang menciptakan kepanikan publik. Dapat dilihat seperti kabar adanya serangan bom di Palmerah dan Kuningan pada saat terjadinya serangan bom di Thamrin. Kepanikan itu tidak hanya di lapangan, tetapi juga di media sosial,'' ujar Ridlwan kala dihubungi Republika, Ahad (17/1).
Tidak hanya itu, Ridlwan menilai, salah satu motif utama pelaku teror melakukan serangan teror di MH Thamrin tidak terlepas dari upaya balas dendam yang dilakukan para teroris tersebut kepada para aparat keamanan, terutama Detasemen Khusus (Densus) Antiteror 88 Polri.
Menurutnya, kejadian serangan teror harus dilihat berdasarkan waktu kejadian sebelumnya, seperti penangkapan terduga teroris di Bekasi dan Bandung. ''Kalau kelompok ini anggotanya ditangkapi, kemungkinan mereka akan mempercepat aksinya. Selain itu, mereka juga tentu akan mengincar para aparat keamanan yang melakukan penangkapan terhadap para anggotanya,'' katanya.