REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Nusron Wahid mengatakan tiga TKI di Korea ditangkap karena diduga terlibat jaringan teroris.
"Ada tiga TKI kita yang di Korea hari ini ditangkap oleh aparat keamanan dan dituduh masuk jaringan teroris ISIS," kata Nusron usai bertemu Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wapres di Jakarta, Jumat (15/1).
Dengan adanya penangkapan TKI tersebut menurut Nusron menjadi "warning" bagi BNP2TKI untuk memantau lebih jauh kegiatan TKI di luar negeri.
"Memang penetrasi yang dilakukan kelompok ini sangat efektif dan agresif sehingga kita akan buat gerakan deradikalisasi," tambah dia.
Gerakan deradikalisasi tersebut berupa pemahamam keagamaan insklusif dan penyemaian desiminasi program-program agama yang sifatnya moderat sesuai dengan keindonesiaan ke kalangan TKI terutama di kawasan Timur Tengah dan Asia Pasifik.
Lebih lanjut dia mengatakan, sejak 2012 sudah tidak ada lagi TKI yang dikirim ke Suriah tapi fakta menunjukkan bahwa masih ada Warga Negara Indonesia yang berada di sana.
"Tidak dipungkiri ada satu, dua yang kebetulan bekerja kepada majikannya yang ikut atau jadi simpatisan ataupun aktivis ISIS, kemudian mereka menjadi ikut kelompok itu tidak terpungkiri. Tapi kalau jumlahnya kita belum bisa identifikasi," ujar Nusron.
Lebih lanjut dia mengatakan, BNP2TKI akan mengidentifikasi karena biasanya semua TKI yang masuk deportasi dari Suriah melalui Lebanon begitu sampai ke Indonesia langsung diwawancara dahulu.
"Setelah itu ada program pelatihan kepada mereka dan ditengah-tengah pelatihan itulah kita juga mengidentifikasikan dari cara berpakaian, pandanganan keagamaan, kenegaraan," katanya.
Dari identifikasi itu akan dilakukan tindakan-tindakan terutama tindakan preventif berupa penyuluhan agar yang bersangkutan kembali kepada jalur keagamaan di Indonesia.
Dalam setahun sebanyak 600 WNI dideportasi dari Suriah dan dari hasil pelatihan tidak lebih dari 10 orang yang pemikirannya sudah terpengaruh paham-paham radikal, ujar Nusron.
"Tapi begitu kita lakukan pendekatan, ternyata belum jauh. Ibarat penyakit, belum stadium tinggi, hanya masih baru memahami wacana keagamaan yang model-model ISIS, belum sampai terlibat," katanya.