REPUBLIKA.CO.ID, KARANGASEM -- Prospek bisnis kambing hitam untuk keperluan ritual di seputaran Desa Bugbug, Kabupaten Karangasem, Bali, terbilang menggembirakan. Hal ini karena banyak peminat yang ingin membeli untuk ritual pecaruan. "Warga yang ingin membeli kambing hitam untuk caru masih di sekitar Kabupaten Karangasem. Ini saja sudah kewalahan melayani," kata peternak kambing caru, Wayan Purna di Karangasem, Kamis (14/1).
Dia melanjutkan, kambing hitam digunakan untuk caru pada upacara "ngenteg linggih" dan lainnya. Usia kambing untuk caru tergolong beragam. Mulai usia satu bulan hingga di atas dua tahun.
Harga kambing hitam caru bervariasi, antara Rp 1,5 juta hingga Rp3,5 juta. Dia mengatakan bisnis kambing hitam atau kambing caru sudah dilakukan sejak lima tahun silam. Modal awal yang disiapkan sebesar Rp 14 juta. Modal sebesar itu bisa untuk membeli delapan ekor kambing, terdiri tujuh kambing betina dan satu ekor kambing jantan.
Menurutnya, proses pemeliharaan kambing jenis ini pun tidak terlampau sulit. Pagi hari pukul 07.00 WIB hingga 09.00 WIB kambing-kambing dibawa ke Bukit Gumang untuk digembalakan pada lahan seluas kurang lebih lima hektare. Setelah itu kambing di bawa kembali ke kandang.
Sore hari, kambing-kambing kembali di bawa ke bukit untuk merumput. Dua jam berselang, kambing dikandangkan kembali. "Tidak sulit menggembalakan kambing karena tidak perlu mencari makanan, cukup dibawa ke perbukitan. Kalau untuk penyakit, paling sesekali kena sakit mata," ucap dia.
Apabila kambing-hewan itu terkena penyakit mata, bisa diobati sendiri dengan membeli obat di toko yang menyediakan obat-obatan untuk hewan.
Menyinggung kendala, Purna menyatakan jika selama ini permasalahan yang dihadapi aalah gangguan anjing yang suka mengejar dan memakan anak kambing yang baru lahir. "Makanya kalau digembalakan di bukit, tidak pernah dibiarkan kambing-kambing itu merumput tanpa penjagaan," ucap dia.
Purna berharap bisa terus mengembangkan usaha agar lebih memperluas pemasaran hingga keluar Kabupaten Karangasem. Kambing hitam caru menurutnya, memiliki pasar sendiri karena selalu diperlukan penduduk Bali yang sering menggelar upacara. "Sekarang masih di Bugbug dan sekitarnya saja yang membeli kambing, dengan omzet per bulan kurang lebih Rp 5 juta," ujarnya.