REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Traffic Watch (ITW) menilai wacana pelegalan balapan liar adalah bukti nyata bahwa Pemprov DKI dan Polda Metro Jaya panik. Panik lantaran tidak mampu melakukan penegakan hukum.
"Karena tak mampu menegakkan hukum, Polisi panik dan akhirnya berupaya melegalkan sesuatu yang melanggar hukum," ujar Ketua Presidium ITW, Edison Siahaan, Rabu (13/1).
Menurutnya, kepanikan polisi itu terlihat dari argumentasi Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Risyapudin yang akan mengatur dan melegalkan balap liar. Anehnya lagi, polisi berkelit upaya itu untuk mencari bibit pembalap sehingga bisa memajukan olahraga otomotif.
Seharusnya, kata Edison, Dirlantas Polda Metro bertanggung jawab untuk mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran (kamseltibcar) lalu lintas di wilayah ibukota Jakarta.
"Seharusnya polisi menegakkan hukum, jangan aneh-aneh lah," ujar Edison.
ITW meminta agar polisi lebih fokus melakukan penegakan hukum, daripada berwacana yang menuai pro kontra. Menurut Edison, pembalap-pembalap liar itu adalah bentuk kenakalan remaja yang potensi mengancam keselamatan jiwanya, bukan merupakan hobi semata.
Apalagi, banyak masalah sosial lainnya yang timbul dalam lingkungan arena balap liar. Bukan hanya kemampuan mengemudi kendaraan saja, tetapi juga menjadi ajang taruhan bahkan gengsi antar kelompok.
Dia mengatakan lebih baik pemprov DKI dan Polisi fokus mengatasi soal kenakalan para pembalap liar itu. Pemprov DKI dan polisi jangan menjadikan balap liar ini jadi ajang pencitraan untuk mendapatkan popularitas. Pasalnya apapun alasannya, balap liar itu mengancam keselamatan jiwa pengendara maupun orang lain dan bentuk pelanggaran hukum.
"Anehkan, karena tidak mampu menegakkan hukum lalu tiba-tiba muncul rasa peduli,” ujar Edison.
ITW menyarankan sebaiknya Pemprov DKI dan polisi meminta para produsen otomotif untuk mendirikan sekolah pengemudi yang didalamnnya juga ada sekolah khusus untuk balapan.