REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menerima gagasan legalisasi balapan liar di ibu kota.
Ia menilai hal tersebut bisa mengurangi tingkat kecelakaan di Jakarta. Namun pengamat transportasi menyatakan sebaiknya gagasan itu dilarang karena mengganggu masyarakat pengguna jalan.
Sekjen Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Ellen Tangkudung mengatakan balapan di jalan umum memang memungkinkan asalkan akses jalan ditutup. Namun Ellen menjelaskan jika pemerintah ingin melegalkan balapan di jalan umum maka ada izin yang harus diurus. Sebab jika tidak digunakan untuk lalu lintas maka jalan umum bisa ditutup.
"Tapi kalau jalannya ditutup harus dilihat dulu apakah mengganggu masyarakat lain?," katanya kepada Republika, Rabu (13/1).
Ellen menyebutkan jalan memang bisa ditutup untuk aktifitas lain, misalnya ketika ada aksi unjuk rasa. Tetapi, sifat penutupannya bersifat sementara.
Ditambah lagi, izin penggunaan jalan perlu dilihat tingkat urgensinya. Menurut Ellen, penggunaan jalan untuk balapan tergolong tidak tepat.
"Izin itu perlu dilihat apakah dianggap penting? Kalau misal tidak penting ya tidak bisa. Itu aja namanya buat balapan liar ya seharusnya kalau balapan di treknya saja seperti di Sentul. Jadi saya pikir dilarang saja," ujarnya.
Ellen mengkhawatirkan jika balapan diizinkan di jalan umum maka bisa menggangu aktifitas masyarakat. Apalagi untuk jalan umum yang ramai digunakan 24 jam. Sementara itu, kalau pun nantinya diizinkan maka perlu diatur rekayasa lalu lintas dan kelayakan jalannya.
"Kalau ditutup pasti ada rekayasa Lalin yang harus dipantau polisi dan kelayakan jalan perlu dicek apakah tidak ada lubang dan tidak bergelombang," jelasnya.