REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persatuan Perusahaan Film Indonesia (PPFI) meminta pemerintah bisa melakukan penyesuaian beban pajak untuk film nasional dan impor. Sejauh ini pemerintah dinilai masih bersikap acuh terkait persoalan ini.
''Dengan penyesuaian beban pajak atas film nasional dan film impor, diharapkan akan mampu menjaga eksistensi dan memajukan perfilman nasional," kata juru bicara PPFI, Sys NS, kepada wartawan di Jakarta, Selasa (12/1).
Terkait permasalahan ini, Sys mengaku, pihaknya telah melayangkan permohonan tersebut kepada Menteri Keuangan agar melakukan penyesuaian pajak. Ia mengatakan ketimpangan pajak film nasional dan impor sebenarnya sudah muncul sejak 2011.
Ketika itu, kata dia, Badan Pertimbangan Perfilman Nasional (BP2N) sudah melayangkan surat kepada Menteri Keuangan untuk meminta penyesuaian kebijakan fiskal yang pro film nasional. Ia mengklaim kebijakan ini telah lama dinantikan oleh masyarakat perfilman Indonesia.
''Sayangnya hingga kini masih belum terwujud,'' ujarnya. "Kondisi ini juga ditambah pemerintah mungkin tidak tahu, tidak mau tahu atau tidak ada yang memberi tahu. Makanya tugas orang film untuk menjelaskan. Termasuk ngasih tahu perilaku pemilik bioskop kepada film nasional dan fim impor.''
Sys memberi contoh bagaimana pemberian layar secara masif justru diberikan kepada film impor. "Star Wars dapat 484 layar lebih, film nasional minta atau tidak tetap saja dapat sedikit. Bahkan harus sedikit memaksa dan marah untuk dapat banyak. Itupun hanya mendapatkan 100-130 layar saja," keluhnyaa.
Untuk itulah, Sys mengatakan, PPFI kembali meminta kepada negara via Menteri Keuangan untuk melakukan penyesuaian ketimpangan pajak atas pengadaan film nasional dan film impor. Hal ini selaras dengan perkembangan teknologi dan peredaran film saat ini yang sudah dilakukan dengan cara digital.
''Dalam bahasa sederhananya, film impor hanya perlu satu copy digital untuk masuk di Indonesia, yang kemudian bisa digandakan di dalam negeri,'' katanya.