Selasa 12 Jan 2016 19:35 WIB

Menteri Susi Buru 9 Kapal Asal Cina

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: M Akbar
Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti memberikan keterangan pers seusai rapat pertama Satuan Tugas (Satgas) Kepresidenan terkait pemberantasan penangkapan ikan secara ilegal di Jakarta, Senin (2/11).
Foto: ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti memberikan keterangan pers seusai rapat pertama Satuan Tugas (Satgas) Kepresidenan terkait pemberantasan penangkapan ikan secara ilegal di Jakarta, Senin (2/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti memburu sembilan kapal penangkap ikan eks asing asal Cina. Kesembilan kapal ini disebutkan berbobot rata-rata 300 GT dan dilarikan oleh sejumlah Anak Buah Kapal (ABK) berkewarganegaraan Cina dari Pelabuhan Pomako, Timika, Papua Mutiara pada 30 Desember 2015 lalu.

Susi akhirnya menugaskan Satgas 115 untuk mengusut kasus larinya kesembilan kapal tersebut. Ia menjelaskan, informasi kaburnya kapal ini bermula dari laporan secara tertulis dari direksi perusahaan grup Minatama yang diterima aparat penegak hukum pada 4 Januari 2016, termasuk kepolisian setempat, Satker PSDKP KKP, dan Lanal TNI AL Timika.

Susi mengatakan, sembilan kapal itu membawa 39 ABK Tiongkok, di mana 8 orang sebelumnya telah ditugaskan untuk menjaga kapal-kapal tersebut. Sedangkan 31 orang lainnya baru didatangkan dari Tiongkok ke Timika pada tanggal 22 dan 24 Desember 2015.

"Menurut pengakuan perusahaan, 31 ABK tersebut dibutuhkan untuk mengisi posisi ABK Tiongkok yang telah pulang ke negara asalnya untuk menjaga kapal," jelas Susi di kantornya.

Sementara itu hasil Analisis dan Evaluasi (Anev) Satgas Pencegahan dan Pemberantasan Illegal Unreported and Uregulated Fishing (IUUF) menyebutkan, kesembilan kapal tersebut ditemukan melakukan pelanggaran hukum. Setidaknya ada 9 pelanggaran yang dilakukan, termasuk memperkejakan ABK asing, berbendera ganda (double flagging).

"Izinnya yang sudah kadaluwarsa," kata Susi.

Dari hasil Anev tersebut, kata Susi, bisa ditarik kesimpulan bahwa seluruh kapal izinnya tidak dapat diperpanjang dan tidak dapat diajukan izin baru. Ditambah lagi, kapal-kapal tersebut berlayar pada tanggal 30 Desember 2015 tanpa dilengkapi dengan Surat Laik Operasi (SLO) dan Surat Persetujuan Berlayar (SPB).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement