Senin 11 Jan 2016 23:32 WIB

Pengamat: "Poco-Poco" Megawati Perlu Klarifikasi

Rep: C27/ Red: Bayu Hermawan
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri saat meninjau pameran kerakyatan binaan partai saat berlangsungnya Rapat Kerja Nasional I PDI Perjuangan di Hall D2 Pekan Raya Jakarta, Kemayoran, Jakarta, Senin (11/1). (Republika/Rakhmawaty La'lang)
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri saat meninjau pameran kerakyatan binaan partai saat berlangsungnya Rapat Kerja Nasional I PDI Perjuangan di Hall D2 Pekan Raya Jakarta, Kemayoran, Jakarta, Senin (11/1). (Republika/Rakhmawaty La'lang)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan mengatakan, pernyataan Mega Soekarno Putri soal kondisi negara yang sedang 'poco-poco' perlu diklarifikasi. Apalagi komentar tersebut pernah dilemparkan juga saat era kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Dia pernah ngomong seperti itu, tapi sebenarnya poco-poco yang bagaimana, dia mengeritik tentang apa nggak jelas," kata Syarief saat dihubungi Republika.co.id, Senin (11/1).

Pada era Kepemimpinan SBY, Megawati dinilai tidak memberikan penjelasan jelas seputar pernyataan yang dilemparkan. Menurutnya, jika pernyataan permasalahan kenaikan dan penurunan harga bahan bakar minyak (BBM), maka seharunya hal tersebut ditegaskan.

Penyataan  Megawati hanya membuat kebingungan dan justru malah terlihat tidak paham dalam membaca perkembangan ekonomi. Seharusnya, menurut Menteri Koperasi dan UKM era SBY ini, penyataan 'poco-poco' lebih diperjelas agar tidak menimbulkan spekulasi.

"Maju mudur apanya. Kita selama ini malah bagus, diakui dunia malah. Pada saat dunia ekonominya anjlogh, kita masih tumbuh 4,5 persen, ya kan, kalau ngga salah tahun 2008-2009. Selebihnya kan naik terus," jelasnya.

Menurutnya, justru pemerintahan saat ini yang lebih tepat dikatakan melakukan tarian 'poco-poco'. Sebab, di tengah kesulitan masyarakat dan daya beli rendah, pemerintah tidak bisa menyelesaikan. Justru, menurutnya, harga minyak dunia sedang murah, dan pemerintah tidak bereaksi untuk menurunkan sesegera mungkin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement