REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Penurunan tarif angkutan oleh pemerintah menyusul penurunan harga BBM, belum diikuti penurunan tarif angkutan umum. Ketua DPD Organda Bali, Edi Dharma, mengatakan pihaknya belum merevisi tarif angkutan umum.
"Penurunan harga BBM-nya yang hanya lima persen kurang signifikan, jadi tidak ada pengaruhnya," kata Edi Dharma di Denpasar, Jumat (9/1).
Selama ini, kata Edi, dalam menetapkan besarnya tarif angkutan umum, pihaknya menggunakan rumus, sebesar 25 persen adalah biaya BBM, 45 persen suku cadang, dan 20 persen untuk biaya kantor dan alat tulis kantor. Sedangkan sisanya sebesar 10 persen, kata Edi, merupakan profit.
Karena itu, katanya, kalau penurunannya hanya lima persen, akan sedikit sekali dan tidak akan terasa. Belum lagi, menurutnya, untuk angkutan umum dalam kota di Denpasar, tarif yang berlaku sekarang sebesar Rp 8.000 sudah lebih rendah dari tarif seharusnya sebesar Rp 10 ribu. "Waktu menetapkan tarif sebelumnya, kami mempertimbangkan daya beli masyarakat, sehingga muncul angka Rp 8.000," kata Edi.
Kalau dengan penurunan BBM sebesar lima persen, kata dia, sebenarnya tarif angkutan kota di Denpasar masih berada di bawah tarif yang seharusnya. Lagi pula, dengan tidak melakukan revisi, berarti memberi kesempatan kepada pemilik angkutan kota untuk mendapatkan keuntungan yang lebih wajar.
"Ya supaya mereka bisa bertahan, agar angkutan dalam kota di Denpasar tidak hilang. Karena angkutan umum penumpang orang sekarang tinggal satu persen saja, selebihnya angkutan pribadi," kata Edi.
Baca juga: 'Tak Ada Jaminan, Kalau Harga BBM Sekarang Stabil'