REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Arsitek merupakan salah satu profesi yang bisa lintas Asia Tenggara dalam menghadapi era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Dengan masuknya Indonesia dalam era ini, Ketua Umum Ikatan Arsitek Indonesia (IAI), Ahmad Djuhara tidak terlalu mangkhawatirkannya.
Menurut Djuhara, arsitek Indonesia maupun dunia memiliki kode etik yang harus dihormati satu sama lain. “Jika terdapat arsitek luar yang masuk ke suatu negara, maka mereka harus berkolaborasi dengan arsitek setempat,” kata Djuhara kepada Republika, Selasa (5/1).
Djuhara meyakini seluruh arsitek di Indonesia dan dunia memegang teguh kode etik tersebut. Djuhara menegaskan bukan masuknya arsitek asing yang menjadi masalah. Namun pandangan masyarakat Indonesia, pemerintah pusat dan daerah dalam memandang profesi ini. Sebagian masyarakat dan pemerintah belum memandang penting profesi ini. Misal, kata dia, masyarakat belum mengetahui benar perbedaan antara arsitektur, arsitek dan kontraktor.
Selain itu, Djuhara juga mengutarakan, hingga saat ini belum terdapat Undang-Undang (UU) ihwal arsitek di Indonesia. Padahal hampir seluruh negara di ASEAN maupun dunia telah memiliki regulasi khsusus arsitek tersebut. Menurut dia, hanya Kamboja dan Indonesia saja yang belum memiliki aturan tersebut di ASEAN.
Dengan adanya aturan tersebut, Djuhara menyatakan bahwa negara luar jelas memandang penting profesi arsitek. Hal ini berbeda sekali dengan apa yang dilakukan pemerintah Indonesia. Padahal para arsitek Indonesia sudah mendorong adanya aturan ini sejak 1970-an. Namun hingga kini belum ada hasil yang nyata yang mereka terima.