REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rumah Kajian dan Advokasi Kerakyatan (Raya Indonesia) bersama 10 organisasi masyarakat sipil mendesak Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husin untuk segera mencabut Peraturan Menteri Nomor 63/M-IND/PER/8/2015 tentang peta jalan atau road map produksi industri hasil tembakau 2015-2020.
Direktur Raya Indonesia Hery Chariansyah menilai Menperin sangat berpikiran kapitalistik dengan mengeluarkan peraturan yang justru mendorong peningkatan produksi jumlah batang rokok di Indonesia.
"Desakan ini sebagaimana yang dicantumkan dalam surat somasi yang telah dikirimkan kepada Menteri Perindustrian pada 4 Januari 2016 pukul 15.00 WIB," ujarnya dalam konferensi pers yang digelar di Hotel Akmani, Jakarta Pusat, Selasa (5/1).
Hery menilai, peraturan tersebut akan menghambat upaya pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) di Indonesia. Padahal, untuk menyongsong bonus demografi yang akan dialami Indonesia pada 2020, ia menilai, pemerintah seharusnya melakukan upaya-upaya strategis dan efektif terhadap pembangunan SDM yang ada dan akan datang.
Peraturan Menteri Perindustrian tersebut, menurut Hery, sangat bertentangan dengan sejumlah peraturan yang sudah ada. "Peraturan ini tidak akan menguntungkan bangsa Indonesia, tetapi hanya menguntungkan bagi pemilik lahan industri rokok. Dapat diduga Peraturan Menteri Perindustrian ini adalah pesanan industri rokok yang menginginkan lebih banyak lagi keuntungan," lanjutnya.
Ia menambahkan, ada beberapa hal yang menjadi masalah dan penting disorot di dalam Peraturan Menteri Perindustrian. Pertama, peraturan itu meniadakan elemen pertimbangan kesehatan. Kedua, peraturan itu terus mendorong produksi jumlah batang produksi rokok sebanyak 5-7 persen pertahun menjadi 524,2 miliar batang pada 2020.
Ketiga, peningkatan produksi rokok yang paling besar pada peraturan ini adalah pada rokok yang bahan bakunya menggunakan tembakau impor dan produksinya menggunakan mesin. Keempat, Peraturan Menteri Perindustrian tersebut menyatakan rokok kretek adalah warisan budaya bangsa.
''Peningkatan produksi rokok juga bertentangan dengan regulasi lain seperti Undang-Undang Cukai yang menyatakan rokok adalah produk yang konsumsinya perlu dikendalikan dan juga peta jalan Kementerian Kesehatan yang bertujuan menurunkan prevelensi perokok di dalam negeri,'' ujarnya.