REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG — Angka perceraian akibat pernikahan dini di Kabupaten Semarang cukup tinggi. Data yang dihimpun oleh Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (KBPP) Kabupaten Semarang cukup mencengangkan.
Sepanjang Januari hingga November tahun 2015 lalu, Pengadilan Agama (PA) Ambarawa dan Salatiga telah memutus sedikitnya 2.214 perkara perceraian. Sebagian besar kasus perceraian yang diputus ini merupakan pasangan muda.
“Jika di rata-rata, di Kabupaten Semarang ini ada sedikitnya enam putusan perceraian per hari,” kata Kepala Badan KBPP Kabupaten Semarang, Romlah di Ungaran, Selasa (5/1).
Ke-2.214 perkara yang telah diputus ini, jelas Romlah, berasal dari sekitar 8 ribu angka pernikahan yang terjadi pada periode yang sama, yakni mulai bulan Januari hingga November 2015.
Ia memperinci, dari 2.214 perkara perceraian ini masing- masing meliputi 1.319 perkara perceraian yang diputus di PA Ambarawa. Sisanya sebanyak 895 perkara diputus oleh PA Salatiga.
Karena PA Salatiga memang membawahi kewenangan di sembilan kecamatan yang ada di Kabupaten Semarang. Yakni Kecamatan Tuntang, Pabelan, Bringin, Bancak, Getasan, Suruh, Tengaran, Susukan dan Kecamatan Kaliwungu.
“Sedangkan sisa perkara gugatan perceraian yang belum diputus pada tahun 2015 masih mencapai 300 an perkara. “Baik yang ditangani oleh PA Ambarawa maupun PA Salatiga,” tambahnya.
Romlah juga memaparkan, pengajuan perceraian paling banyak dilakukan pihak perempuan dari pada laki-laki. Alasan paling dominan karena laki-laki (suami) dianggap tidak bertanggung jawab secara ekonomi.
Berikutnya diikuti ketidakharmonisan dan kecocokan serta adanya gangguan dari pihak ketiga. Dari faktor ekonomi ini, setelah ditelusuri, diketahui jamak dipicu pernikahan dini.
Angka pernikhan dini tertinggi tercatat banyak terdapat di Kecamatan Bandungan. Berikutnya Kecamatan Pringapus, Bergas dan Kecamatan Bawen. Tiga kecamatan terakhir ini merupakan wilayah industri.
Dalam strata ekonomi, Badan KBPP juga mencatat rata- rata perceraian paling banyak terjadi pada kelompok ekonomi menengah ke bawah. “Bagi kami, angka ini cukup memprihatinkan,” tambah Romlah.
Baginya, angka perceraian yang cenderung tinggi ini sudah dapat dimaknai ‘darurat penanganan’. Harus ada gerakan bersama untuk menurunkan angka perceraian di Kabupaten Semarang ini.
Kondisi ini pula yang melatarbelakangi dibentuknya tim (semacam satgas) untuk menurunkan pernikahan dini dan perceraian di Kabupaten Semarang. “Kebetulan saya sendiri yang menjadi sekretaris Tim Penurunan Pernikahan Dini dan Perceraian di Kabupaten Semarang ini,” tegasnya.
Penjabat (Pj) Bupati Semarang, Sujarwanto Dwiatmoko membenarkan tingginya angka perceraian dan pernikahan dini di daerahnya. Karena itu ia telah memerintahkan badan yang berwenang untuk membentuk tim khusus untuk ini.
Tingginya angka perceraian dan pernikahan dini ini cukup memprihatinkan. “Ini persoalan serius yang harus disikapi, karena bisa menghambat upaya pemerintah dalam membangun dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat,” katanya.
Salah satu upaya konkret yang harus dilakukan, jelasnya, seluruh Penyuluh KB sudah diperintahkan untuk menelusuri serta melakukan pendampingan bagi pasangan muda untuk dilaporkan secara berkala.
“Kami juga meminta Badan KBPP untuk mencari strategi yang tepat guna menekan tingginya angka perceraian ini dengan melibatkan pihak- pihak terkait, seperti tokoh agama,” tambah Sujarwanto.