REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dua pejabat eselon 1 di kementerian mengundurkan diri. Pertama Direktur Jenderal (Dirjen Pajak) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Sigit Priadi Pramudito dan kedua Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Kementerian Perhubungan (Dirjen Hubdar Kemenhub).
Pejabat pertama mundur karena merasa target penerimaan pajak tidak terpenuhi. Pejabat kedua, mundur karena kemacetan pada libur panjang di akhir tahun 2015. Mundurnya dua pejabat teras tersebut, menjadi teladan positif bagi etika pemeritahan Indonesia ke depan.
"Birokrasi pemerintahan akan tegak kalau birokratnya mengedepankan etika dan integritas," kata pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro, Senin (4/1).
Dalam era demokrasi sekarang ini, menurut dia, nilai budaya malu dan mundur sudah seharusnya menjadi bagian integral dalam membangun konsolidasi demokrasi. Ia mengatakan, mundurnya kedua dirjen tersebut dapat dimaknai secara positif, karena keduanya sedang tidak dalam tekanan atau disalahkan publik untuk mundur.
"Mundurnya mereka karena dilandasi rasa tanggung jawab yang dalam terhadap pekerjaannya, meskipun alasan butuh dipertanyakan. Rasa malu menyaksikan hasil yang tak sesuai atau hasil yang merugikan rakyat membuat hati kedua dirjen tersebut tersentuh," ungkapnya.
Namun, kata Siti, mundurnya kedua pejabat elite tersebut berbeda dengan mundurnya ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI), Setya Novanto (SN) menjelang menit-menit terakhir keputusan MKD.
"Public trust dan public pressure yang kencang terhadap SN kurang direspon tangkas sehingga membuat tokoh-tokoh civil society sangat skeptis dan kecewa," katanya.
Perlu dicatat bahwa baru kali ini dalam sejarah politik Indonesia, seorang ketua DPR mundur dari jabatannya. Menurut Siti, apapun bunyinya apakah mundurnya karena terpaksa atau tidak, fenomena ini merupakan lembaran baru.
Karena itu, ia menambahkan, ke depannya perlu meneruskan budaya malu dan mundur di kalangan pejabat publik yang melanggar etika dan tidak taat pada peraturan dan hukum.
"Budaya malu dan mundur merupakan nilai-nilai mulia yang harus dikedepankan agar kehidupan politik/demokrasi kita lebih sehat, beradab dan berkualitas," katanya menegaskan.