REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA -- Keresahan siswa dan guru MTs Muhammadiyah Karangkajen karena tak memiliki akses masuk sekolah akhirnya sirna.
Tembok setinggi dua meter yang menutup akses masuk ke kompleks sekolah tersebut dibuka langsung oleh Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti, Senin (4/1) pukul 05.00 WIB.
Tembok yang menutup akses ke sekolah Muhammadiyah ini merupakan tembok pagar milik Perumahan Green House, Karangkajen, Mergangsan, Yogyakarta. Akses masuk ke sekolah tersebut juga melalui kompleks perumahan tersebut.
Tembok yang menghalangi akses masuk ke MTs Muhammadiyah inilah yang menjadi sumber permasalahan antara pihak perumahan dengan pihak sekolah. Pihak sekolah meminta tembok tersebut dibongkar sekitar 3 meter untuk akses masuk siswa sekolah tersebut.
Namun, warga perumahan tidak menyetujuinya karena tembok dan jalan merupakan milik perumahan. Aktivitas siswa di lingkungan perumahan juga dinilai mengganggu warga perumahan tersebut.
"Saya tidak mau ada anak sekolah di Yogyakarta tidak bisa belajar karena tidak ada akses," kata Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti, usai membongkar sendiri tembok yang menutup akses masuk MTs Muhammadiyah tersebut.
Haryadi dibantu beberapa petugas satuan polisi pamong praja (Satpol) PP Pemkot Yogyakarta dan Kecamatan Mergangsan.
Haryadi sudah mengirimkan surat ke pihak perumahan untuk pembukaan akses tersebut. Namun, hingga dimulainya kegiatan belajar mengajar semester II, Senin (4/1) tembok yang menutup akses masuk ke sekolah belum juga dibongkar.
"Saya siap dengan segala konsekuensinya, yang jelas akses belajar mengajar harus tetap dibuka," kata Haryadii.
Ketua RW 23, Perumahan Green House (GH) Brontokusuman, Mergangsan, Yogyakarta, Wikan Danardono mengatakan, perumahan GH dibangun sejak tahun 1990.
Tembok benteng keliling atau pagar perumahan dbangun juga dtahun 1994-an. Sementara Gedung MTs Muhammadiyah Karangkajen unit I baru dibangun tahun 2003 dan unit 2 yang langsung berbatasan dengan perumahan dibangun 2013.
"Warga keberatan jika pagar perumahan dibuka untuk akses masuk sekolah. Kita sudah mediasi beberapa kali namun tidak menemukan titik temu," ujarnya.
Menurutnya, warga perumahan yang berjumlah 155 rumah terdiri atas 4 RT dan W RW ini sudah menawarkan alternatif pada pihak sekolah dengan membeli lahan sisi utara untuk pintu masuk.
Saat ini warga perumahan GH sendiri pasrah dengan kemauan Wali Kota Yogyakarta. Mereka mau tidak mau harus menerima keputusan wali kota tersebut.
"Ya kalau Pak Wali maunya begitu ya bagaimana lagi," katanya. Warga belum mau melakukan langkah lain dalam waktu dekat ini.