REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polemik ketentuan mengenai batasan selisih suara pengajuan sengketa hasil pemilu kepada Mahkamah Konsitusi (MK) menuai perhatian publik. MK dikhawatirkan akan menggugurkan permohonan sengketa hanya karena tidak memenuhi ketentuan selisih suara.
Merujuk pada UU No 8 Tahun 2015, beberapa lembaga pemantau pemilu menunjukan kekhawatiran MK tidak melihat substansi atau permasalahan lain selama proses penyelenggaraan pilkada. Menanggapai kekhawatiran tersebut, Ketua MK Arif Hidayat menyatakan, MK akan mempertimbangkan bukti-bukti yang diberikan pemohon untuk memutuskan.
"Nanti kita lihat buktinya ada apa enggak. Kalau selisih suaranya jauh, tidak ada bukti, ya mana bisa dilanjutkan. Nah, kalo selisih suaranya jauh, bukti adanya, liat dulu buktinya meyakinkan atau tidak," kata Arif Hidayat saat dihubungi, Ahad (3/1).
Ia menjelaskan, seharusnya jika pemerhati pemilu merasa keberatan dengan masalah selisih suara, seharusnya mereka melakukan judicial review sebelumnya. Saat ini, menurut Arif, MK sedang terfokus menangani seputar sidang perkara perselisihan hasil pilkada dan menunda permohoman uji materi undang-undang.
"Kalau mau silahkan ajukan judicial review, tapi kan berlakunya untuk pemilu berikutnya karna ini tidak berlaku surut," kata Arif.
Arif menjelaskan, MK akan melakukan gelar perkara internal pada tanggal 4 dan 5 Januari. Kemudian, baru pada tanggal 7 Januari mulai dilajukan persidangan untuk pengajuan permohon memberikan bukti untuk kelanjutan sidang.