Ahad 03 Jan 2016 18:14 WIB

Keikutsertaan Asuransi Tani Rendah

Rep: Rizma Riyandi/ Red: Muhammad Subarkah
Petani memanen cabai merah keriting
Petani memanen cabai merah keriting

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN - Kepala Dinas Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Sleman, Widi Sutikno mengakui rendahnya minat petani untuk mengasuransikan lahannya. Menurutnya, dari alokasi enam ribu hektare lahan, yang masuk asuransi hanya sekitar 378 hektare. Jumlah tersebut juga hanya melibatkan sekitar dua ribu petani.

Ia juga mengakui hal ini disebabkan oleh terbatasnya kegiatan sosialisasi yang dilakukan dinas setempat. "Waktu sosialisasinya memang pendek, sehingga belum merata.  Program digulirkan pertengahan Oktober. Sedangkan petani mulai tanam akhir November," katanya, Ahad (3/12).

Widi menyatakan, sebenarnya pelaksanaan program ini cukup menguntungkan petani. Karena premi Rp 30 ribu yang menjadi kewajiban kelompok tani, hanya 20 persen dari nilai premi sesungguhnya. Sedangkan sisa sekitar 80 persen ditanggung pemerintah.

Kelak petani yang mengalami gagal panen minimal 75 persen dari lahan yang diasuransikan, akan memperoleh ganti rugi berupa uang sebesar enam juta rupiah. Sedangkan sisa tanaman yang bisa dipanen tetap menjadi hak petani. Namun begitu, Widi mengemukakan ketentuan tersebut cukup memberatkan petani. Sehingga mereka enggan menjadi peserta asuransi.

"Petani berharap syarat tingkat kerusakan lahan kurang dari 75 persen yang bisa diklaim," katanya. Atas hal ini Widi berarap, pemerintah pusat mengevaluasi persoalan tersebut. Pada prinsipnya program tersebut dilaksanakan untuk menjaga ketahanan pangan, sekaligus menjaga petani dari gagal panen.

Petani asal Kecamatan Sleman, Tumijo (53) menuturkan dirinya tidak mengikuti program asuransi tani karena terlambat daftar. "Syaratnya juga banyak," ujarnya. Karena peserta harus memenuhi beberapa kriteria asuransi. Diantaranya, lokasi sawah harus dekat dengan saluran irigasi dan benih padi ditanam pada Oktober 2015 sampai Maret 2016.

Sedangkan sawah Tumijo sendiri ditanam dengan sistem tadah hujan. Sehingga ia merasa lahannya tidak bisa masuk keriteria asuransi tani. Namun begitu, ia menganggap beban polis Rp 30 ribu per hektare tidak begitu berat. "Wajar kalau segitu. Kan kita juga dibantu pemerintah," ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement