REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer (PSTA), Lembaga Antariksa dan Penerbangan (LAPAN), Eddy Hermawan berpendapat, kemarau 2016 tidak akan separah pada tahun lalu. Bahkan, suhu laut berada sedikit di bawah normal
“Saya secara pribadi, bukan atas nama LAPAN, cenderung mengatakan 2016 berada sedikit di bawah normal. Jadi apakah itu akan terjadi kemarau panjang atau lebih parah dari 2015 kemarin? Saya sih mengatakan sepertinya Indonesia tidak akan seperti itu. Justru tidak separah 2015 di 2016 nanti,” kata Eddy kepada Republika.co.id, Ahad (3/1).
Eddy menerangkan, Indonesia justru mengalami penurunan suhu permukaan laut. Hal ini diungkapkannya berdasarkan data Suhu Permukaan Laut (SPL) di zona Nino 3.4 yang berpusat di Lautan Pasifik. Jika ini terus menurun, dia mengatakan, maka tidak akan terjadi pemanasan insentif di Lautan Pasifik ke depanya.
Jika tidak terjadi pemanasan insentif, Eddy mengatakan kumpulan awan-awan yang ada di Indonesia itu tidak akan ditarik ke Lautan Pasifik. Dengan kata lain, peluang terjadinya hujan masih akan terjadi di sejumlah daerah Indonesia.
Menurut Eddy, penurunan suhu akan terus mendekati batasan normal hingga sekitar Mei. Bahkan kondisi ini akan terus terjadi hingga September 2016. “Dari kacamata nino 3.4, itu justru yang dikhawatirkan tidak akan ada pemanasan insentif. Ini sangat berlawanan dengan kondisi di 2015,” jelas dia.
Di samping itu, Eddy juga mengatakan, kondisi suhu permukaan laut yang berada di Samudera Hindia perlu dijadikan patokan. Mengingat Indonesia berada di antara dua samudera, yakni Samudera Hindia dan Pasifik.
Sebagai penyeimbang, dia berpendapat, Samudera Hindia malah tetap berada pada titik normal hingga September. Oleh sebab itu, dia menegaskan, musim kemarau pada 2016 tidak akan separah yang terjadi pada tahun lalu. Hal ini diungkapannya berdasarkan data yang dimiliki lembaga Predictive Ocean Atmosphere Model for Australia (POAMA). “Penelitian dan data lembaga ini selalu tepat,” ujarnya.