Kamis 31 Dec 2015 17:53 WIB

Terpaku Zona Nyaman, Pemberitaan Korupsi Abaikan Rakyat

Rep: Rizma Riyandi/ Red: achmad syalaby
Anggota DPRD Sumatera Selatan Lucianty Pahri (tengah) mengenakan baju tahanan seusai menjalani pemeriksaan di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Jumat (18/12).
Foto: Antara/ Reno Esnir
Anggota DPRD Sumatera Selatan Lucianty Pahri (tengah) mengenakan baju tahanan seusai menjalani pemeriksaan di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Jumat (18/12).

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN - Meski media kerap memberitakan isu korupsi, media masih dinilai belum berpihak kepada rakyat. Dosen Fakultas Ilmu Budaya UGM, Yogyakarta Suryo Baskoro menjelaskan, media selama ini hanya berkutat pada zona nyaman.

“Sayangnya berita yang muncul belum menunjukkan keberpihakan pada rakyat kecil, karena media hanya berkutat pada “zona nyaman ” saja,” katanya di Yogyakarta, Rabu (30/12). Berdasarkan penelitian yang ia lakukan pada media cetak berbahasa Indonesia dan Prancis tahun 2012 sampai 2015, berita korupsi cenderung memfokuskan perhatian pada aktor sosial sebagai pusat informasinya.

Fokus itu terkait dengan informasi mengenai tindakan koruptif yang telah dilakukan oleh aktor utama dan sanksi yang diterima akibat tindakannya. Sementara itu tidak ada pelibatan rakyat kecil atau aktor terdampak dalam konstruksi informasi yang dibangun dalam berita.

“Fokus tersebut menyebabkan media melupakan akibat tindakan koruptif sang aktor utama bagi masyarakat bawah,” paparnya. Dosen Jurusan Sastra Prancis FIB UGM ini menyampaikan, dalam mengorganisasi wacananya, baik media di Indonesia maupun media Prancis hanya fokus pada informasi dan pendalaman seputar kasus. 

Dalam berbagai berita tidak tampak upaya eksplorasi lebih jauh. Misalnya dengan mengaitkan kasus korupsi yang diliput dengan persoalan lain, khususnya persoalan sosial terkait dampak tindakan koruptif pada rakyat kecil. 

Demikian pula dalam produksi teks-teks korupsi. Media di kedua negara ini cenderung memiliki hubungan interdiskursif dan intertekstual dengan teks-teks lain. Sumber-sumber interdiskursif dan intertekstual yang dipreferensikan dalam bangunan teks korupsi hanya teks-teks berupa referensi legal dan atau teks dengan kasus yang sama dalam terbitan sebelumnya. 

“Misalnya, teks tentang kemiskinan atau masalah sosial yang diyakini  dapat menyediakan inspirasi untuk mengkonstruksi teks yang lebih menarik,” tutur Suryo.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement