Rabu 30 Dec 2015 19:16 WIB

Harga BBM Bisa Lebih Rendah Asalkan Tanpa Pungutan

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Angga Indrawan
Deskripsi :  Antrean Truk Tangki BBM menunggu giliran di Terminal BBM Surabaya Group Pertamina, Surabaya, Selasa (10/11).
Foto: Republika/ Yogi Ardhi
Deskripsi : Antrean Truk Tangki BBM menunggu giliran di Terminal BBM Surabaya Group Pertamina, Surabaya, Selasa (10/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Harga bahan bakar minyak (BBM) bisa lebih rendah lagi apabila pemerintah tidak melakukan pungutan dana ketahanan energi (DKE) lewat harga jual BBM. Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Andang Bachtiar menilai, dengan belum adanya payung hukum mengenai pungutan dana ketahanan energi yang diambil dari rakyat, maka apabila hingga 5 Januari nanti diputuskan DKE belum berlaku. 

"Jadi benar enggak harganya Rp 6.950. Bantalannya berapa persen. Berapa Pertamina dapat dari situ. Itu harusnya kita lebih terbuka lihatnya. Nah ini kesempatan kalau DPR mau buka itu," kata Andang, Rabu (30/12).

Di sisi lain, pemerintah memutuskan untuk mengkaji ulang kebijakan pungutan dana ketahanan energi lewat harga bahan bakar minyak (BBM). Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menjelaskan, sebelum penerapan dana ketahanan energi 5 Januari 2016 mendatang, akan diputuskan satu payung hukum baru yang menjelaskan mekanisme penerapan pungutan BBM ini. 

"Memang betul, cara pemungutan dan pengelolaannya harus ditata ulang. Itu dalam hari-hari ini menuju tanggal 5 Januari, seluruh kementerian terkait sedang ngebut untuk menyusun apakah PP atau Peraturan Presiden," kata Sudirman, Rabu (30/12).

Sudirman menambahkan, nantinya dana ketahanan energi akan diambil tak hanya dari BBM jenis premium dan solar namun juga BBM non subsidi seperti pertamax, pertadex, dan pertalite. Bahkan, nantinya stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) asing seperti Shell dan Total juga akan diterapkan pungutan dana ketahanan energi.

Baca: Ini Pengakuan Produsen Sampul Alquran yang Dijadikan Terompet

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement