REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia mendesak pemerintah untuk tidak memperpanjang kontrak PT Freeport Indonesia. Pemerintah harus mengambil alih aset Freeport setelah kontrak perusahaan tersebut selesai pada 2021.
"Freeport tidak memberikan kemakmuran bagi negara dan khususnya bagi rakyat Papua. Kita harus bisa dan berani ambil alih aset Freeport," kata Bahlil dalam Forum Dialog HIPMI di Menara Bidakara, Jakarta, Selasa (29/12).
Bahlil mengatakan, pemerintah semestinya sudah berupaya melobi, menguasai, dan mengendalikan Freeport sejak 30 tahun lalu. Hal itu seperti yang dilakukan Arab Saudi hingga akhirnya dapat mengambil kembali perusahaan minyak milik Amerika Serikat, Aramco. (Bos Freeport Mengundurkan Diri).
Secara periodik, Arab Saudi melobi dan meminta tambahan saham tersebut. Ini jauh berbeda dengan kasus Freeport Indonesia. Menurut dia, pejabat di Indonesia terlalu mudah diatur. Akibatnya, kepemilikan saham pemerintah tidak mengalami kemajuan berarti menjelang berakhirnya kontrak Karya II.
"Bukannya bertambah, saham pemerintah justru turun dari 20 persen menjadi 18,72 persen," kata Bahlil.