REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Revolusi Pancasila harus segera dilakukan di penghujung 2015 ini, agar pada 2016 mendatang, sudah dapat dijalankan dalam pelbagai aspek kehidupan berbangsa dan negara.
Pasalnya, apabila revolusi Pancasila itu tidak diterapkan Indonesia terancam karam dan terpuruk oleh kegaduhan yang terus terjadi.
"Revolusi Pancasila itu sangat perlu dilakukan dan diaplikasikan sesegera mungkin," kata Ketua Umum (Ketum) Gerakan Cinta Tanah Air Persatuan Nasionalis Indonesia (GETAR PNI), Syamsuddin Anggir Monde di Jakarta, Selasa (29/12).
Jika tidak disuarakan di penghujung akhir tahun, kata dia, Indonesia terancam mengalami keterpurukan mendalam di segala bidang di 2016 mendatang. Hal itu akibat pemerintah saat ini selalu penuh dengan kegaduhan ketimbang memenuhi janjinya pada rakyat.
Oleh karena itu, hanya Revolusi Pancasila, yang bisa mengembalikan jati diri bangsa kepada Pancasila dalam arti yang sesungguhnya dan mengacu pada GBHN dan UUD 1945 yang asli untuk menyelamatkan negeri ini.
''Bila tidak, kita terus dipertontonkan kegaduhan, perebutan lapak, merampok kekayaan negeri ini antara elit kubu Jokowi dan JK ataupun yang lainnya, juga partai-partai, hingga akhirnya Indonesia jadi negara gagal," ujarnya.
Syamsuddin menyoroti pemerintahan Jokowi-JK yang dinilai tidak sedikit mengeluarkan kebijkan inkonstitusional, bahkan berbanding terbalik dengan janji Jokowi saat pilpres.
Contohnya, lanjut dia, pemerintah janji tidak akan berhutang, namun faktanya hutang bukan semakin berkurang malah bertambah mencapai Rp 3.091.06 triliun terhitung Oktober 2015.
Begitu juga, janji berdaulat di bidang pangan dengan tidak melakukan impor. Sementara, data Kementerian Pertanian dan Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan impor beras pada Januari hingga Juli 2015 telah mencapai 222 ribu ton atau meningkat 41 persen.
"Banyak lagi kebijakan presiden yang mengklaim pemimpinnya wong cilik ini tidak sesuai segala janjinya, ini sama saja dengan pembohongan publik," jelas dia.