REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembuatan UU Pilkada yang ada saat ini dianggap terlalu tergesa-gesa. Akibatnya, kualitas berbagai aturan yang ada dinilai jauh lebih buruk dibandingkan apa yang diharapkan.
Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI), Jerry Sumampouw, mengatakan UU Pilkada yang telah tersebut memiliki implikasi yang sangat serius terhadap pelaksanaan Pilkada Serentak beberapa waktu belakangan. Artinya, sejumlah persoalan yang timbul sebelum dan sesudah pelaksanaan Pilkada, juga banyak disebabkan UU Pilkada yang ada.
UU Pilkada, lanjut Jerry, turut mengatur waktu yang dirasa terbatas dan terlalu sedikit untuk pasangan-pasangan calon pesaing pejawat, memperkenalkan dan menjual apa yang mereka miliki kepada masyarakat. Menurutnya, hal itu merupakan salah satu penyebab begitu banyak Pilkada di daerah yang berakhir dengan kemenangan pasangan pejawat.
"UU Pilkada yang ada tanpa disadari sangat menguntungkan petahana," kata Jerry, saat menjadi pembicara dalam sebuah diskusi publik di Jakarta, Sabtu (26/12).
Ia menerangkan persoalan UU Pilkada semakin memperburuk kondisi, dengan membuat Mahkamah Konstitusi (MK) hanya bisa mengusut laporan-laporan pelanggaran dengan persyaratan selisih. Padahal, yang paling banyak terjadi adalah pelanggaran-pelanggaran proses, yang diperkirakan akan kembali diabaikan oleh MK akibat UU Pilkada tersebut.
Jerry menerangkan dengan selisih angka rekapitulasi yang menjadi persyaratan, kasus yang akan ditangani MK akan sedikit dan secara tidak langsung membuang kasus-kasus pelanggaran proses. Terlebih, waktu pengusutan yang terlalu sedikit karena telah dibatasi, akan semakin membuat MK fokus mengusut kasus-kasus hasil atau selisih.
Kasus-kasus hasil rekapitulasi yang dilaporkan sendiri, menurut Jerry, malah hampir tidak ada jika dibandingkan laporan-laporan mengenai pelanggaran proses. Ia menambahkan mekanisme kontrol dari KPU dan Bawaslu sudah ada sampai ke tingkat TPS, sehingga sebenarnya tidak perlu dikhawatirkan persoalan hasil rekapitulasi.