REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra mengingatkan pemerintah agar tidak seenaknya membuat aturan, pelibatan masyarakat terkait pungutan dana ketahanan energi seperti ide Menteri ESDM Sudirman Said.
"Pasal 30 Undang Undang Energi tahun 2007 tidak bisa digunakan untuk memungut dana masyarakat dari penjualan BBM," katanya, Jumat (25/12).
Ia mengatakan untuk kepentingan penelitian energi baru dan terbarukan, pasal tersebut menyebutkan dananya berasal dari APBN, APBD dan dana swasta, yang harus terlebih dahulu dianggarkan. Menurut dia, tidak ada norma apapun dalam pasal 30 UU Energi tersebut yang memberikan kewenangan kepada Pemerintah, untuk melakukan pungutan langsung kepada masyarakat konsumen BBM.
"Tiap pungutan haruslah masuk dalam kategori PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) yang lebih dulu harus ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah," ujarnya.
Pasal 30 UU Energi memang menegaskan bahwa ketentuan lebih lanjut tentang biaya riset, untuk menemukan energi baru dan terbarukan harus diatur dengan Peraturan Pemerintah.
"Namun hingga kini PP tersebut belum ada," katanya.
Menurut dia, Menteri ESDM tidak bisa menjalankan suatu kebijakan pungutan BBM tanpa dasar hukum yang jelas, baik menyangkut besaran pungutan, mekanisme penggunaan dan pertanggungjawabannya. Karena kebiasaan mengumumkan suatu kebijakan tanpa dasar hukum ini, seharusnya tidak dilakukan oleh Pemerintah sebab bisa bertentangan dengan asas negara hukum yang dianut oleh UUD 1945. Lagipula, lanjut dia, tidak pada tempatnya pemerintah memungut sesuatu dari rakyat konsumen BBM.
"Dari zaman ke zaman Pemerintah selalu memberikan subsidi BBM kepada rakyat, bukan sebaliknya membebankan rakyat dengan pungutan untuk mengisi pundi-pundi Pemerintah walaupun kali ini dalihnya untuk kepentingan penelitian dan pengembangan energi baru dan terbarukan," katanya.
Sebelumnya Menteri ESDM Sudirman Said menjelaskan, adanya premi untuk Dana Ketahanan Energi sebenarnya merupakan amanat Pasal 30 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi. Undang-Undang tersebut mengharuskan negara memiliki keseimbangan dalam pengelolaan energi fosil menuju energi terbarukan. Salah satu caranya harus diwujudkan dengan kebijakan pengalokasian sumber daya, yakni dengan membebankan pungutan untuk Dana Ketahanan Energi kepada masyarakat.