REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto menilai masalah pendidikan tidak hanya berhubungam dengan anggaran semata. Memaksimalkan prinsip pendidikan menjadi hal utama.
Susanto memaparkan, dalam penyelenggaraan pendidikan telah bergeser dari khittah, yaitu orientasi sosial menjadi komersial. Praktek Pendidikan dalam banyak kasus bergeser menjadi persekolahan.
"Penuh target-terget pembelajaran, bukan target keterampilan karakter, akhirnya kering tauladan dan muatan nilai," ujar Susanto, Rabu (23/12).
Menurut peninaliannya, saat ini banyak tenaga pendidik menjadi guru sekedar panggilan kerja, bukan panggilan jiwa. Padahal pendidikan itu membutuhkan panggilan jiwa untuk menghadapi pelbagai tingkah laku yang bermacam-macam dari anak-anak.
"Guru hampir jamak menggunakan paradigma sanksi bukan konsekuensi. Padahal sanksi itu berorientasi penjeraan," kata wakil ketuw KPAI.
Pendidikan harusnya diselenggarakan bukan dengan pendekatan penjeraan. Penjeraan hanya membuat siswa belajar karena takut, bukan belajar karena kebutuhan.
Masalah bullying juga tidak luput menjadi sorotan Susanto. Menurutnya, sebagian guru bullying bukan masalah serius, padahal meskipun bullying verbal sangat berdampak pada anak.
Susanto menyadari, harapan dan tumpuan pada guru sangat besar, tapi masih banyak guru di daerah berpenghasilan sangat rendah tidak berkorelasi dengan kebutuhan hidup. Tapi ia menekankan, revolusi mental tenaga pendidik yang ramah anak harus dilakukan secara terstruktur dan sistematis.