Selasa 22 Dec 2015 11:39 WIB

WHO: Indonesia tidak Memiliki Pelindung Hadapi Industri Tembakau

Industri rokok nasional
Foto: Bhakti Pundhowo/Antara
Industri rokok nasional

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Petugas Profesional Nasional untuk Inisiatif Bebas Tembakau Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Indonesia Dina Kania mengatakan Indonesia tidak memiliki perlindungan dari pengaruh industri tembakau internasional karena belum mengaksesi Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (FCTC).

"Indonesia merupakan negara yang belum mengaksesi FCTC yang memiliki populasi paling banyak. Karena itu, industri tembakau internasional menyasar Indonesia," kata Dina Kania di Jakarta, Selasa (22/12).

Dina mengatakan industri tembakau internasional berusaha memengaruhi para pengambil kebijakan di Indonesia, misalnya dalam Rancangan Undang-Undang Pertembakauan yang masuk dalam Program Legislasi Nasional Prioritas 2016 di DPR. Menurut Dina, intervensi industri tembakau internasional dalam pembuatan kebijakan disebabkan Indonesia menganggap mereka sebagai salah satu pemangku kepentingan yang pendapatnya perlu didengar.

"Padahal FCTC sudah jelas mengatur tentang industri tembakau. Menurut FCTC, industri tembakau bukanlah pemangku kepentingan sehingga tidak perlu diikutsertakan dalam penyusunan kebijakan," tuturnya.

Dina mengatakan saat ini terdapat 180 negara atau 90 persen populasi dunia yang telah meratifikasi atau mengaksesi FCTC. Hanya tingga tujuh negara yang belum meratifikasi atau mengaksesi FCTC yaitu Indonesia, Andorra, Eritrea, Liechtenstein, Malawi, Monaco dan Somalia.

"Mengapa FCTC dianggap penting oleh negara-negara di dunia? Karena hukum nasional tidak bisa melawan epidemi tembakau global, sehingga diperlukan instrumen peraturan internasional," katanya.

Menurut Dina, epidemi tembakau dan dampaknya jauh berbeda dengan penyakit-penyakit seperti HIV/AIDS, malaria, tuberkolosis dan lain-lain. Sebab epidemi tembakau tidak hanya berkaitan dengan perilaku yang tidak sehat saja.

"Epidemi tembakau didukung industri internasional yang memiliki sumber daya yang tidak terbatas. Karena itu, perlu ada terobosan dalam bentuk instrumen hukum internasional," jelasnya. 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement