Selasa 22 Dec 2015 00:52 WIB

Pertemuan 2+2, Indonesia-Australia Tingkatkan Kerja Sama Maritim

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.

REPUBLIKA.CO.ID,  SYDNEY -- Indonesia dan Australia sepakat memajukan kerja sama maritim. Kesepakatan itu diputuskan saat pertemuan antar menteri luar negeri (menlu) dan menteri pertahanan (menhan) di Sydeny, Australia, Senin (21/12).

“Pertemuan 2+2 Indonesia-Australia meningkatkan kerja sama maritim dan diharapkan dapat  menjadi embrio kerja sama maritim regional” kata Menlu Indonesia Retno LP Marsudi pada pertemuan ketiga 2+2 di Sydney, Australia, seperti dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Senin.

Retno dan Menhan Indonesia, Ryamizard Ryacudu telah melaksanakan The Third Indonesia-Australia Foreign and Defence Ministers’ Meeting (2+2 Dialogue) bersama mitra  dari Australia, Menlu Julie Bishop dan Menhan Marise Payne. Pertemuan 2+2 kali ini dititikberatkan pada upaya penguatan kerja sama maritim.

Hal ini diharapkan dapat menjadi embrio untuk meningkatkan kerja sama di tingkat regional seperti di East Asia Summit (EAS). Kerja sama maritim yang akan ditingkatkan antara lain pembangunan sektor maritim yang berkelanjutan, keamanan maritim, konektivitas, kerja sama IPTEK, dan penanganan kejahatan transnasional seperti kegiatan perikanan yang ilegal (IUU fishing). Pertemuan juga membahas kerja sama maritim di Indian Ocean Rim Association (IORA).

Sebagai ketua IORA untuk 2015-2017, para menteri sepakat untuk mendukung upaya Indonesia mendorong kerja sama maritim di IORA, termasuk melalui pembentukan IORA Concord. Selain isu maritim, Pertemuan 2+2 juga membahas berbagai isu strategis seperti upaya mengatasi ekstremisme dan terrorisme, keamanan dan stabilitas kawasan termasuk Laut Cina Selatan, dan irregular migrant.

Terkait isu ekstremisme dan terorisme, kedua negara sepakat untuk bekerja sama memperkuat kapasitas nasional masing-masing di bidang kontra terorisme dan kejahatan lintas batas, termasuk melawan teroris asing, kejahatan siber, dan kerja sama intelijen.

“Langkah ini diharapkan dapat mengantisipasi berkembangnya paham radikalisme dan ekstrimisme di berbagai negara serta meningkatnya aksi terorisme serta kejahatan lintas batas negara,” ujarnya. Indonesia juga menekankan perlunya solusi komprehensif mengkombinasikan pendekatan militer, pendekatan agama, ekonomi, dan sosial budaya.

Pertemuan 2+2 juga menyaksikan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) mengenai Pemberantasan Terorisme Internasional oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Sekretaris Jenderal DFAT Australia. MoU tersebut mencakup kerja sama intelijen dan peningkatan kapasitas antar lembaga dalam memerangi ekstrimisme dan terorisme.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement