REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Sebanyak empat kota/kabupaten di Jawa Barat dinilai rawan pangan. Karena, kota-kota tersebut punya lahan pertanian yang sedikit sehingga sulit memenuhi kebutuhan di daerahnya sendiri.
"Ada empat, yakni Kota Bandung, Kota Tasikmalaya, Kota Sukabumi, dan Purwakarta yang mulai kritis," ujar Wakil Gubernur Jabar Deddy Mizwar kepada wartawan usai Rapat Dewan Ketahanan Pangan di Aula Timur Gedung Sate, akhir pekan lalu.
Menurut Deddy, lahan pertanian di perkotaan tersebut terus menyusut seiring alih fungsi lahan menjadi industri dan permukiman. Sehingga, tingkat kerawanan di daerah tersebut berpotensi semakin parah mengingat sebagian besar beras dari Jabar terdistribusi ke Pasar Induk Cipinang di Jakarta.
Ia menilai daerah-daerah yang rawan tersebut sebaiknya mencontoh Kota Banjar. Kota tersebut punya lahan pertanian yang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya. "Kota Banjar sudah mandiri secara pangan karena punya lahan pertanian yang mencukupi," katanya.
Meski ada daerah yang rawan pangan, kata dia, tetapi pihaknya tidak terlalu khawatir mengingat daerah lain yang ada di Jabar terbilang surplus pangan sehingga bisa membantu daerah yang kekurangan.
Ke depan, kata Deddy, dibutuhkan sebuah pasar induk di masing-masing kabupaten/kota demi mempermudah akses pangan. Selain itu, Deddy mengusulkan penggunaan informasi teknologi (IT) untuk menghimpun data pangan dari kabupaten/kota. Dengan data ini maka akan mudah diketahui daerah yang sedang surplus komoditi pangan tertentu dan daerah yang kekurangan.
"Sekarang, kan sudah era IT jadi seharusnya bisa lebih gampang tarik data. Jangan sampai petani menanam jenis tanaman yang sama nanti over produksi yang ujung-ujungnya merugikan petani," katanya.
Sementara menurut Kepala Badan Ketahanan Pangan Jabar, Dewi Sartika, kota/kabupaten tersebut berpotensi rawan pangan karena belum mandiri untuk memenuhi kebutuhan di daerahnya sendiri. Adapun daerah yang paling mandiri pangan adalah Indramayu yang produksinya mencapai 400 persen dari angka kebutuhan masyarakatnya.
Melihat kondisi tersebut, kata dia, pihaknya berharap masing-masing daerah dapat mempertahankan luas lahan pertanian yang masih tersisa. "Jangan sampai lahannya jadi nol, atau minimal bisa kuat dari sisi perdagangan pangannya," katanya.
Dewi berharap, kabupaten/kota melindungi lahan pertanian dengan cara menjalankan Perda tentang lahan berkelanjutan. Selain itu, Pemda diminta melakukan pengawasan terhadap pembangunan yang berpotensi mengganggu lahan pertanian.
"Kan sudah ada RTRW, tinggal diterapkan. Jika ada pembangunan industri harus dalam sebuah kawasan tertentu," katanya.