REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pakar Transportasi Darat dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya, Hitapriya Suprayitno mengatakan pemerintah seharusnya mengubah peraturan supaya mengatur ojek sebagai transportasi publik.
"Pada dasarnya kendaraan roda dua memang tidak diperuntukkan sebagai angkutan umum sesuai dengan Undang-Undang (UU) 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) sehingga pengoperasiannya dilarang," katanya, Jumat (18/12).
Ia mengatakan sesuai peraturan perundang-undangan, kendaraan roda dua memang melanggar karena syarat transportasi publik harus menjaga keselamatan dan keamanan penumpang, sedangkan kendaraan roda dua belum dinilai aman.
"Dalam peraturan perundang-undang memang belum diatur adanya kendaraan roda dua sebagai tarnsportasi publik. Jika pengemudi taksi, maka pengemudinya akan mendapatkan Surat Izin Mengemudi (SIM) A Umum, sedangkan kendaraan roda dua masih belum diatur menggunakan SIM apa," paparnya.
Menurut dia, ketika mencermati transportasi publik kendaraan roda dua tersebut, secara de facto masyarakat memang membutuhkan kendaraan roda dua karena sangat efisien dibandingkan dengan kendaraan lainnya.
"Saya menyebut kendaraan roda dua itu taksi sepeda motor. Terkait operasional taksi sepeda motor itu merupakan startegi pemasarannya, seperti bisa menaik-turunkan di jalan, via telepon, atau menggunakan aplikasi smartphone," terangnya.
Lebih lanjut dia mengungkapkan bahwa pihak perusahaan atau perorangan harus terdaftar di otoritas setempat di wilayah pemerintah kabupaten/kota untuk meghindari terjadinya kecemburuan sosial.
"Di beberapa tempat ojek justru diberdayakan hingga membuat sebuah pangkalan ojek hingga mempunyai pelanggan, sedangkan sepeda motor taksi, seperti gojek, grabtaksi, cak trans, dan sebagainya cara pemasarannya melalui aplikasi smartphone," tuturnya.