Jumat 18 Dec 2015 20:29 WIB

JK Tolak Gabung Koalisi Militer Islam

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Ilham
Jusuf Kalla
Foto: EPA/Andrew Gombert
Jusuf Kalla

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan pemerintah Indonesia menolak bergabung dengan aliansi militer Islam yang dibentuk oleh Arab Saudi. Menurut JK, pemerintah Indonesia secara internal juga telah berupaya melakukan penanggulangan terorisme, seperti yang dilakukan oleh aparat penegak hukum.

"Tidak koalisi militer sedunia. Tidak lah, Indonesia menolak itu, tetapi Indonesia sejak dulu melaksanakan itu, dalam artian mengatasi teroris itu," kata JK di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (18/12).

Lebih lanjut, JK mengatakan upaya Indonesia untuk menanggulangi dan mencegah tindakan terorisme dilakukan melalui cara lain, seperti pendidikan, dakwah, meningkatkan perekonomian serta keadilan. Indonesia, kata JK, tak ingin menghentikan terorisme dengan kekerasan, seperti pengeboman.

"UUD kita tidak mengizinkan suatu peperangan di luar negeri tanpa persetujuan DPR. Itu UU itu," kata JK.

Untuk diketahui, Arab Saudi menggandeng negara-negara yang berlatar belakang Islam membentuk aliansi militer Islam guna memerangi terorisme. Di aliansi tersebut terdapat 34 negara, baik dari kawasan Teluk, Afrika maupun bagian Asia lainnya.

Seperti dikutip RT ke-34 negara tersebut diantaranya, Arab Saudi, Yordania, Uni Emirat Arab, Pakistan, Bahrain, Bangladesh, Benin, Turki, Chad, Togo, Tunisia, Djibouti, Senegal, Sudan, Sierra Leone, Somalia, Gabon, Guinea, Palestina, Republik Federal Islam COmoro, Qatar, Cote d’Ivoire, Kuwait, Lebanon, dan Libya.

Kemudian disusul Maladewa, Mali, Malaysia, Mesir, Maroko, Mauritania, Niger, Nigeria serta Yemen. Namun, di dalam daftar nama tersebut tidak terdapat Indonesia yang merupakan negara mayoritas Islam terbesar.

"Negara-negara yang disebutkanya telah memutuskan untuk membentuk aliansi militer yang dipimpin oleh Saudi guna memerangi terorisme. Markas operasi gabungan ini akan berbasis di Riyadh untuk mengkoordinasi serangan," kata kantor berita Saudi SPA dalam pernyataannya.

Di bawah pimpinan Raja Salman, Saudi sangat aktif di dalam kebijakan politik luar negeri. Mereka terlibat dalam operasi di Yaman, dan baru-baru ini Saudi mengumpulkan oposisi Suriah di Riyadh.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement