Jumat 18 Dec 2015 17:31 WIB

YLKI: Pencabutan Larangan Gojek adalah Tragedi Regulasi

Rep: Eric Iskandarsjah Z/ Red: Ilham
 Pengemudi ojek berbasis online mengantar penumpang di kawasan Palmerah, Jakarta, Jumat (18/12).
Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
Pengemudi ojek berbasis online mengantar penumpang di kawasan Palmerah, Jakarta, Jumat (18/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perhubungan sempat melarang ojek konvensional, ojek online seperti Gojek serta layanan transportasi online lainya. Namun, tiba-tiba larangan itu langsung dicabut.

Ketua Pengurus Harian Yayasan Layanan Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi mengatakan, pencabutan larangan ojek dan taksi yang berbasis aplikasi adalah sebuah tragedi dari sisi kebijakan publik dan regulasi.

"Karena memang benar larangan ojek dan taksi yang berbasis aplikasi adalah on the track policy, karena bagaimanapun secara normatif sepeda motor tidak bisa dikualifikasi sebagai angkutan umum," katanya melalui keterangan pers kepada Republika.co.id, Jumat (18/12). (Bos Gojek Terharu Didukung Masyarakat).

Selain itu, lanjut dia, aspek safety sepeda motor memang sangat rendah, baik untuk angkutan pribadi, apalagi mengangkut orang secara umum. Terbukti, dari total korban lakalantas yang meninggal dunia, lebih dari 70 persen melibatkan pengguna sepeda motor. "Termasuk korban dari ojek aplikasi," kata Tulus.

Sayangnya, larangan Kemenhub tidak punya basis sosiologis yang jelas. Larangan itu dikeluarkan tanpa analisa dampak sosial sedikit pun, karena faktanya keberadaan ojek sudah berakar di tengah terpuruknya angkutan umum.

Tulus mengatakan, Kemenhub terkesan hanya menggunakan "ilmu kaca mata kuda". Di sisi lain, pencabutan larangan itu juga tragedi regulasi, karena sangat kental dimensi politisnya karena tekanan Presiden. (Menteri Jonan Pasrah Soal Ojek Online).

"Ironisnya presiden hanya melihat dari aspek populisme saja, tanpa melihat aturan dan regulasi yang sangat kuat terkait larangan ojek," katanya. Tulus menilai ojek menjamur karena kegagalan pemerintah dalam menyediakan angkutan umum yang manusiawi.

Keberadaan ojek akhirnya tumbuh subur, karena ada pembiaran sistematis dan bahkan patut diduga ada yang "memelihara". Menurutnya, kondisi ini dari sisi managemen transportasi publik tak boleh dibiarkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement