REPUBLIKA.CO.ID, HONGKONG -- Menteri Pariwisata Arief Yahya mempresentasikan Wonderful Indonesia dalam ajang 2nd ASEAN Development Forum yang diprakarsai Kantor Berita Xinhua Asia Pacific (Aspac) di Ballrrom lantai 5 Island Shangri-La Hotel, Hongkong, Senin (14/12).
Arief mengawali presentasinya dengan memutar video Wonderful Indonesia versi Tiongkok. Ia hanya berpidato selama 10 menit. Menpar kemudian memutar video pesona pantai, pasir, pulau, langit, bawah laut, terumbu karang dan diving menerobos jutaan ikan di objek maritim Indonesia Timur. Tayangan bertema wisata bahari dan seni budaya itu betul-betul menyita perhatian para professional, awak media, dan narasumber.
Seusai acara, Menpar kepada sejumlah media Tiongkok mengatakan, Indonesia sudah melakukan deregulasi, menyederhanakan regulasi yang kaku untuk mempermudah turis masuk ke Indonesia. “Kami sudah melakukan deregulasi dan menyederhanakan regulasi," ujar Arief dalam siaran persnya yang diterima Republika.co.id, Selasa (15/12).
Pihaknya, kata Arief, sudah melakukan tiga hal konkret. Pertama, kata dia, Kebijakan Bebas Visa Kunjungan (BVK) untuk Turis dan MICE –meeting, incentive, conference and expo, selama 30 hari. Jadi, lanjut dia, orang Hongkong, Macau serta Cina bisa langsung terbang, sudah bisa berwisata di Indonesia. Tidak perlu menunggu jadinya visa, tidak perlu membayar 35 dolar AS, dan tidak perlu mengurus Visa on Arrival.
“Sudah 90 total negara, yang sebelumnya hanya 15 negara saja, jadi kami semakin lebar membuka pintu wisatwan masuk,” kata Arief Yahya. Kedua, pemerintah RI sudah mencabut aturan CAIT di yacht atau perahu pesiar, sehingga untuk izin memasuki perairan Indonesia tidak harus 3 minggu, cukup 1 jam selesai.
Mereka cukup menggunakan prosedur kepabean biasa, dokumen dalam satu layanan Customs (barang), Immigration (orang), Quarantine (hewan dan tanamanm), dan Port (pelabuhan). “Di seluruh dunia, prosedur ini yang dipakai,” jelas Arief Yahya.
Ketiga, papar Menpar, ada pencabutan Cabotage untuk Cruise atau kapal pesiar. Cruise itu ukurannya besar, menampung banyak orang, bisa berminggu-minggu di tengah laut, membawa para wisatawan bahari dari satu kota ke kota lai di pesisir pantai. Kini kapal berbendera asing, ---tidak harus bendera Indonesia—sudah bisa merapat di lima pelabuhan besar di Indonesia. Mereka bisa menaikkan dan menurunkan penumpang. “Selama ini hanya yang berbendera Indonesia saja yang bisa, sehingga wisata bahari di tanah air ini tidak berkembang,” tuturnya.
Arief menilai, Hongkong itu sangat strategis bagi pariwisata Indonesia. Pertama, ada 60,8 juta wisatawan dalam setahun di Hongkong, 60 persen-nya berasal dari Cina daratan. Kedua, Hongkong menjadi kota hub, yang dekat dengan Macau, yang juga didatangi 35 juta wisatawan dan terbesar dari Cina daratan. "Kalau mau menjaring di kolam yang banyak ikannya? Ya di Hongkong ini salah satunya, selain Singapura dan Dubai,” kata dia.
Menpar mengatakn terus berupaya mencari lebih banyak direct flight Hongkong-Jakarta, Hongkong-Denpasar, dan semua yang memungkinkan lebih banyak penerbangan dari Kota Sejuta Pencakar Langit itu. “Kita itu baru 37 persen direct flight menuju Indonesia dari berbagai originasi. Sisanya, 63 persen masih transit, bisa dari Singapura, KL, Hongkong, Dubai dan Doha. Aksesibilitas kita masih terendah, dibandingkan dengan Thailand dan Malaysia yang rata-rata 80 persen direct flight. Ini persoalan teknis yang sedang kami kejar di Hongkong,” jelas Arief Yahya.
Ketiga, Menpar terus menggelorakan Jalur Samudera Laksamana Cheng Ho, yang sudah diluncurkan 13 Desember lalu di Aceh. Sedikitnya 10 kota yang disinggahi Admiral beragama Islam dan dikenal dengan nama Haji Mahmud Shams atau dalam istilah Tiongkok Ma Sanbao itu.
“Saya sudah tiga kali bertemu Chairman CNTA-China National Tourism Administration, Mr Li Jinzao. Kami sama-sama sepakat mengangkat jalur sutera, Silk Road dan jalur samudera Admiral Zheng-he (istilah China, red) ke Laut Cina Selatan sampai Indonesia,” ungkap Menpar.