Jumat 11 Dec 2015 22:45 WIB

PPI Inggris: Indonesia Punya Banyak PR untuk MEA

Rep: Amri Amirullah/ Red: Ilham
Masyarakat Ekonomi ASEAN
Foto: blogspot.com
Masyarakat Ekonomi ASEAN

REPUBLIKA.CO.ID, MANCHASTER -- Negara-negara ASEAN seharusnya telah siap menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) menjelang 2016. Namun, beberapa negara ASEAN seperti Indonesia dinilai masih memiliki banyak pekerjaan rumah ketika MEA ini bejalan.

Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Inggris dalam sebuah diskusi akhir pekan lalu di Manchaster, Inggris menyimpulkan, sudah saatnya Indonesia serius bagaimana tetap menjaga hubungan yang adil dengan negara tetangga. Ia mencontohkan sumber daya alam Indonesia yang saat ini hasilnya diputar berupa saham dunia di Singapura.

"Indonesia mestinya bisa menggunakan arena MEA untuk menekan Singapura, agar mau lebih bertanggung jawab untuk tidak memfasilitasi arus pencucian uang dari koruptor Indonesia,” kata Ketua PPI Inggris Raya, Media Wahyudi Askar dalam pernyataan tertulis kepada Republika.co.id, Jumat (11/12).

Menurut dia, posisi Indonesia di MEA nantinya bukan sebagai penentu sumber daya alam dan manusia yang dimilikinya. Berbagai sumber daya alam akan menjadi ladang pengusaha asing di Indonesia.

Dalam diskusi ini hadir pula Kolumnis di The Huffington Post, Muhammad Zulfikar Rahmat. Zulfikar yang juga mahasiswa Kandidat PhD di University of Manchester menyoroti peran Indonesia sebagai kekuatan baru di ASEAN dan kawasan Asia.

Menurut dia, negara besar Asia seperti Cina saat ini menyorot ke Indonesia. Indonesia dinilai memiliki kekuatan politik dan ekonomi dalam menjaga kebijakan Cina di Laut Cina Selatan. Namun ada yang perlu diwaspadai, salah satunya Indonesia jangan terlalu bergantung ke Cina.

Anggota PPI Inggris Raya dari Leeds University, Zain Maulana menegaskan problem di Laut Cina Selatan bisa menjadi ganjalan besar berjalannya MEA. Ini tidak lepas dari banyaknya klaim teritorial oleh banyak negara ASEAN. Ini yang membuat ASEAN cukup rentan konflik kawasan.

Selain itu, ASEAN sebagai institusi regional juga tidak punya mekanisme yang disepakati semua negara untuk menyelesaikan konflik. “Akhirnya, pendekatannya jadi parsial, semua kepentingan tidak bertemu dan ancaman bagi ASEAN ke depan,” kata Dosen Hubungan Internasional UMY ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement