REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia, Mudzakir menilai Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR tetap bisa memproses dan memutuskan ada tidaknya pelanggaran yang dilakukan Ketua DPR Setya Novanto, dalam dugaan pencatutan nama pemimpin negara terkait perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia.
Mudzakir mengatakan, meski Kejaksaan Agung (Kejagung) tak menyerahkan rekaman ke MKD, namun proses penyelidikan pelanggaran etik bisa tetap dilanjutkan, dengan syarat MKD dan Setya Novanto sepakat dan bersedia.
"Asalkan MKD sepakat dan yang bersangkutan (Setya Novanto) menerima ya tidak masalah," katanya kepada Republika.co.id, Kamis (10/12) malam.
(Baca: Alasan Kejagung Tolak Serahkan Rekaman ke MKD)
Menurutnya, pelanggaran etik sebenarnya sangat mudah untuk dibuktikan dibandingkan perkara pidana karena etik merujuk perilaku lahiriah. Namun jika MKD memutuskan akan memecat atau hukum administasi serius, maka alat buktinya harus lengkap dan asli.
"Maka kasus ini harus ditangani serius. Karena kalau Setya dipecat, alat buktinya harus lengkap dan asli termasuk rekaman itu. Selain itu, rekaman suara antara Setya dan PT Freeport yang asli nantinya harus dikloning dan diverifikasi. Ini mencegah rekamannya direkayasa," jelasnya.
(Baca juga: 'Apa Bedanya Rekaman CCTV di Mal dengan Rekaman Dirut Freeport')