Kamis 10 Dec 2015 11:29 WIB

'Bukan Hanya Masuk Angin, MKD Sudah Encok'

Rep: c39/ Red: Damanhuri Zuhri
Ketua DPR Setya Novanto usai mengikuti Sidang perkara dugaan pelanggaran kode etik Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) secara tertutup di Kompleks Parlemen, Senanyan, Jakarta, Senin (7/12).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Ketua DPR Setya Novanto usai mengikuti Sidang perkara dugaan pelanggaran kode etik Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) secara tertutup di Kompleks Parlemen, Senanyan, Jakarta, Senin (7/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemeriksaan ketua DPR RI, Setya Novanto dalam sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang digelar tertutup, Senin (7/13) lalu mendapatkan banyak kecaman dari masyarakat Indonesia.

"Beberapa kali saya menyatakan secara jelas bahwa sidang itu sendiri bukan saja masuk angin, tapi sudah encok," kata ketua Setara Institute, Hendardi di Jakarta, Rabu (9/12) kemarin.

Hendardi mengatakan, tidak ada alasan sidang tersebut dilakukan secara tertutup, karena akan terjadi diskriminasi juga terhadap dua orang lainnya yang mengikuti sidang terbuka, yakni Menteri Sudirman Said sebagai pihak pelapor dan Ma'roef Sjamsoeddin.

"Saya kira sidang tertutup ini parodi yang menggelikan, karena sebetulnya kalau mereka yang sejauh ini berkeberatan dengan sidang tertutup, itu kan bisa melakukan upaya-upaya terakhir seperti //work out//," jelasnya.

Menurut hendardi, tidak ada penjelasan lain MKD memang masuk angin dan encok, karena itu kata dia, jalan satu-satunya yang bisa dilakukan adalah dengan menempuh jalur hukum. "Saya menganjurkan pihak-pihak, kalau polisi mengatakan ini adalah delik sebagian besar, ya mengadulah pihak yang merasa dirugikan tersebut," ujarnya.

Hendardi menambahkan, jika Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf kalla juga merasa dirugikan dalam hal ini, dan Menteri Luhut panjaitan yang mungkin merasa dirugikan atau tidak, seharusnya bisa mengadukan ke polisi.

"Apalagi presiden sudah mengatakan wibawa lembaga terganggu di sini, ya saya kira itu bisa diadukan ke polisi, delik aduan, bisa delik penipuan atau pemerasan atau soal gratifikasi yang menjurus kepada gratifikasi korupsi," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement