Kamis 10 Dec 2015 10:50 WIB

Kasus Setya Novanto, Budayawan: Jokowi Jalankan Politik 'Jawa'

Rep: C39/ Red: Bayu Hermawan
Presiden Jokowi diapit Wapres Jusuf Kalla dan Menko Polhukam Luhut Panjaitan.
Foto: Setkab
Presiden Jokowi diapit Wapres Jusuf Kalla dan Menko Polhukam Luhut Panjaitan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Budayawan Romo Benny Susetyo menilai, Presiden Joko Widodo menerapkan politik 'Jawa' dalam menghadapi kasus dugaan pencatutan namanya dalam perpanjangan kontrak PT Freeport.

"Kalau kita melihat Jokowi ini kan (menerapkan-Red) politik Jawa. Politik Jawa itu selalu melihat dulu posisi dia. Kalau posisi dia kuat dan yakin, dia akan tegas. Tapi, kalau dia tidak yakin, dia cari dugaan dulu baru dia ada keberanian," katanya.

Pria yang dikenal sebagai aktivis itu melanjutkan, politik memang selalu berbicara tentang kalkulasi atau perhitungan, sedangkan perhitungan politik Jokowi di parlemen sangat lemah dan tidak bisa mengendalikan partai. Karena itu, kata dia, dalam komunikasi Jokowi selalu pesimistis atau 'menyelamatkan wajah'.

"Artinya, dia tidak mampu frontal terhadap partai politik, tapi ketika pada saatnya dia bersikap, dia akan frontal. Tampak kan reaksinya terhadap Setya Novanto kemarin. Kemarahannya kelihatan," ujarnya

Menurut Benny, dalam kasus pencatutan nama tersebut, Jokowi mengalkulasi dengan cermat karena setelah Jokowi mendapat dukungan yang kuat dari publik dan mempunyai opini yang kuat Jokowi menjadi sangat berani.

Selain itu, menurut dia, kasus yang membawa-bawa nama Jokowi tersebut adalah pelanggaran etis, sedangkan etika berbeda dengan hukum. Karena itu, menurut Benny, harus dibedakan antara etiket dan etika.

"Etiket itu sopan santun, kalau etika itu menyangkut baik buruk. Ini persoalan etika," ujarnya

Ia melanjutkan, persoalan etika tersebut tidak memerlukan alat bukti karena masyarakat hanya cukup tahu tentang apa yang dilakukan Setya Novanto tersebut baik atau buruk. Benny mencontohkannya seperti Setya Novanto saat bertemu pengusaha sebagai ketua DPR.

"Dalam etika, dia tahu itu salah, tapi mengapa dilakukan? Itu pelanggaran etis," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement