Ahad 06 Dec 2015 16:44 WIB

Privatisasi JICT Dinilai tidak Tepat

Sejumlah serikat pekerja Jakarta International Container Terminal (JICT) melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung KPK, Jakarta, Selasa (22/9).Republika/Raisan Al Farisi
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Sejumlah serikat pekerja Jakarta International Container Terminal (JICT) melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung KPK, Jakarta, Selasa (22/9).Republika/Raisan Al Farisi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Forum Serikat Pekerja BUMN Bersatu, Arief Poyuono menilai, proses privatisasi pengoperasian Jakarta International Container Terminal (JICT), selama 20 tahun kepada perusahaan asal Hong Kong, Huthchinson Port Holding (HPH), tidak tepat.

Arief mengatakan, anggota Oversight Committee Ery Riyana, seharusnya independen dalam menilai dan mengawasi jalannya privatisasi JICT kepada Hutchinson. Dengan penilaian Price Book Value (PBV) terhadap JICT oleh Bahana Sekuritas, FRI dan Deutch Bank, telah diduga terjadi penggelapan saham oleh Pelindo II, yaitu sekitar 23 persen saham.

"Sehingga yang seharusnya dengan PBV JICT sebesar 784 juta dolar AS dan dana yang disetor oleh HPH hanya 215 juta dolar AS. Maka saham HPH hanya 26 persen di JICT untuk jangka 20 tahun ke depan yaitu 2019-2039," kata Arief, dalam keterangan tertulisnya yang diterima Republika.co.id, Ahad (6/12).

Arief menuding Ery menerima sejumlah dana dari Pelindo II yang disebut-sebut sebagai gaji. Padahal, semestinya ia menerima gaji dari pemerintah. Ia menyebut, dana yang diterima Ery dapat dikategorikan gratifikasi dari Pelindo II.

"Karena itu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus periksa Ery segera. Selain itu juga PPATK harus telusuri semua rekening anggota Oversight Committee, karena diduga ada fee yang besar mengalir dari proses privatisasi JICT," ujar dia.

Arief juga mendorong KPK berani memeriksa Richard Joost (RJ) Lino dan seluruh pihak yang terkait dalam privatisasi JICT. Termasuk, yang menyetujui proses privatisasi JICT yang dianggap ilegal dan melawan hukum.

"Jokowi harus pecat RJ Lino serta membatalkan privatisasi pengoperasian JICT kepada HPH karena terbukti proses due diligence-nya mengandung unsur pelanggaran undang-undang dan hukum," kata dia mengakhiri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement