REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR meminta publik ikut mengawal isu perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia. Publik jangan mau tersulut oleh isu-isu lain yang bermaksud mengalihkan perhatian dari perpanjangan kontrak tersebut.
"Bangsa harus fokus. Jangan termakan pengalihan isu. Lagi ribut eh tahu-tahu sudah selesai perpanjangannya," kata anggota MKD DPR, Supratman Andi Agtas dalam diskusi bertajuk Indonesia Tanpa Freeport di Jakarta, Ahad (6/12).
Bisa jadi pihak-pihak berkepentingan sengaja memindahkan 'panggung' ke DPR agar mata publik hanya tertuju ke komplek Senayan tersebut dan perpanjangan Freeport pun tidak terawasi. "Buat kami tidak penting Setya Novanto jadi Ketua DPR atau tidak, itu masalah kecil. Tapi sekarang kenapa Freeport ngotot sekali ingin melakukan initial public offering (IPO)," kata dia.
Di Peraturan Pemerintah Nomor 77 tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara sudah jelas bahwa urutan pertama divestasi harus ditawarkan ke pemerintah. Sedangkan IPO atau penawaran umum perdana berada di urutan terakhir.
Dalam transkrip rekaman yang diadukan Menteri ESDM Sudirman Said ada soal kekhawatiran pemerintah apabila perpanjangan Freeport dibawa ke arbitrase internasional. Padahal, seharusnya yang perlu dikhawatirkan adalah default Freeport yang menyangkut divestasi. (Baca: Pemerintah Harus Percaya Diri Rebut Freeport).
Kenyataannya, hingga kini Freeport belum menawarkan divestasi ke pemerintah. Yang mengherankan, kata Supratman, si penanggungjawab sektor, yakni Sudirman tidak berbuat apa-apa soal pelanggaran ini. "Harusnya Menteri ESDM menegur dan dan menagih kewajiban divestasi," kata dia.