REPUBLIKA.CO.ID, BENGKULU -- Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) kembali menggelar sosialisasi Empat Pilar di Bengkulu, Jumat (4/12). Sosialisasi dengan metode outbond ini menyasar seratus mahasiswa dari lima universitas di Bengkulu.
Dalam sambutannya, Ketua Panitia M Rizal mengungkapkan, sosialisasi dengan metode outbond sudah dilakukan dari 2012-2014. Di Bengkulu, sosialisasi Empat Pilar MPR yang terdiri dari UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika ini merupakan kali ke-enam yang diselenggarakan MPR.
Dia menjelaskan, metode outbond terbukti dapat menyosialisasikan Empat Pilar dengan efektif. Dari kuesioner yang disebar pascasosialisasi, dia menjelaskan, hampir semua peserta mengaku dapat menyerap materi dengan baik."Dengan penyampaian lewat outbond, metode ini memadukan penyampaian kenegaraan sehingga peserta lebih rileks dan tidak jenuh,"ujarnya.
Rizal memerinci materi tersebut yakni dengan sosialisasi nilai-nilai negara sehingga dipahami generasi muda. Pemberian materi juga akan diperkaya dengan ice breaking dan diskusi kelompok. Menurutnya, ada lima belas pimpinan MPR dan anggota MPR yang menjadi narasumber yang siap menjelaskan segala isu mengenai Empat Pilar.
Wakil Ketua MPR Bachtiar Aly menjelaskan, Indonesia merupakan bangsa majemuk dilihat dari sisi agama, budaya hingga status sosial. Oleh karena itu, keberagaman tersebut harus dikelola dengan baik.
Adanya Empat Pilar MPR, dia menjelaskan, bisa menjadi fondasi dalam mengelola isu keberagaman tersebut. "Peran penting Empat Pilar untuk masa kini dan masa mendatang,"jelasnya saat membacakan sambutan.
Dia melanjutkan, bangsa Indonesia pun kini mengalami krisis kepercayaan diri. Generasi muda disuguhkan informasi tanpa ada saringan. Terlebih, Bachtiar menjelaskan, banyak pejabat tidak bisa memberikan ketauladanan yang baik. "Masyarakat bisa menjadi marah,"katanya.
Adanya sosialisi Empat Pilar, kata Bachtiar, juga diharapkan dapat menumbuhkan sikap optimisme khususnya di kalangan generasi muda bahwa negara ini bisa bangkit dari keterpurukan. Menurutnya, Indonesia memiliki modal sosial dan budaya untuk itu. Budaya gotong royong yang dimiliki bangsa ini, dia mencontohkan, dapat menjadi perekat bangsa ketimbang sikap individualistis dari bangsa barat.