REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sistem pertanian global bukan hanya menyajikan makanan di atas meja, namun juga menempatkan gas rumah kaca di udara yang meningkatkan emisi global. Emisi gas rumah kaca datang langsung dari peternakan, seperti metana dari sapi dan dinitrogen oksida dari lahan perkebunan.
Emisi lainnya berasal dari industri pertanian pendukung, seperti pabrik pupuk yang mengonsumsi bahan bakar fosil. Oleh sebabnya sektor pangan ikut bertanggung jawab, kira-kira seperlima atau sepertiga dari emisi gas rumah kaca.
Tidak diragukan lagi, emisi yang kian meluas memerlukan komitmen politik. Meski demikian, sebagai konsumen kita juga bisa berkontribusi mengatasinya melalui pengaturan makanan.
Dilansir dari IFL Science, Rabu (2/12), jejak karbon dari berbagai pilihan menu makanan masih diperdebatkan dalam literatur ilmiah.
Meski masih memerlukan penelitian lanjutan, tampaknya ada kontribusi dari seseorang yang lebih memilih menjadi vegetarian. Diet daging padat menghasilkan dua kali emisi lebih banyak dibanding pola makan vegan.
Mengurangi jumlah konsumsi daging, terutama daging merah dan susu di atas meja Anda bisa mengurangi jejak karbon dari makanan Anda.
Jika berat menjadi vegetarian, Anda bisa memilih konsisten menikmati pangan lokal alias locavore. Mengapa? Dengan menikmati pangan lokal, Anda mengurangi emisi gas rumah kaca dari penurunan biaya dan transportasi makanan dan minuman dari luar daerah atau luar negeri.
Komoditas pangan yang diproduksi dengan pertanian organik juga bisa mengurangi emisi. Ini dikarenakan petani bisa lebih menghemat air dan pupuk. Pupuk diproduksi menggunakan bahan bakar fosil, seperti amonia. Mengolah limbah menjadi kompos di perkotaan juga menjadi alternatif rendah karbon.