REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Banyaknya alih fungsi lahan, membuat jumlah situ dan embung yang ada di Jabar terus berkurang.
Pemerintah, baik itu provinsi maupun kabupaten kota harus merevitalisasi situ-situ dan embung-embung tersebut karena saat ini ancaman bencana banjir semakin besar karena perubahan cuaca yang ekstrim.
"Ada 16 daerah di Jawa Barat yang rawan bencana banjir dan longsor," ujar Direktur Eksekutif LSM Peduli Lingkungan Jawa Barat (Pelija) M Q Iswara, dalam acara Refleksi Akhir Tahun "2015, Jabar Dikepung Bencana" di Bandung, Rabu (2/12).
Menurut Iswara, daerah yang rawan bencana banjir dan longsor tersebut di antaranya, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung, Bogor, Sukabumi, Cianjur, Sumedang dan lainnya.
"Situ-situ ini mendesak untuk segera direvitalisasi di daerah-daerah ini," katanya.
Situ tersebut, kata dia, dibutuhkan sebagai penahan air. Sehingga, saat musim penghujan run off air tidak tinggi karena bisa ditampung di embung dan situ-situ. Berdasarkan data Pelija, jumlah situ di Jabar pada 2012 sebanyak 831.
"Jumlah ini perlu dimutakhirkan, karena setiap tahun terus berkurang," kata Iswara.
Iswara mencontohkan, di Kota Depok saja sudah ada empat situ yang hilang karena alih fungsi lahan. Jika di semua daerah terjadi alih fungsi ini terjadi, maka dikhawatirkan semua situ yang ada akhirnya akan musnah.
Di sisi lain, kata Iswara, pengelolaan situ dan embung masih menjadi kewenangan pusat. Sehingga, daerah tidak dapat berbuat banyak sementara kondisinya semakin mendesak untuk segera direvitalisasi.
"Ada baiknya diserahkan ke provinsi kewenangannya, sebab situ-situ ini hilang setiap tahun," katanya.
Apalagi, kata Iswara, tingkat kerawanan bencana di musim penghujan ini semakin tinggi mengingat cuaca yang ekstrim serta kondisi lingkungan yang semakin rusak. Di Jabar, saat ini ada sekitar 324 ribu hektare lahan kritis serta 40 ribu hektar lahan sangat kritis. Sehingga, wajar jika potensi banjir di Jabar semakin tinggi.
"Karena selain intensitas hujan yang tinggi ke depan, area penahan air semakin berkurang," katanya.
Sementara menurut Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Jawa Barat Ali Hasan, DPRD Jawa Barat membutuhkan banyak masukan dan informasi dari masyarakat terkait kondisi lingkungan. Oleh karenanya dia berharap LSM termasuk Pelija memberikan masukan atau rekomendasi kepada dewan, bukan hanya kepada Pemprov.
"Apalagi di komisi IV mayoritas anggota baru, kami perlu masukan dari berbagai elemen, agar kami bisa ikut mengawasi," katanya.
Sementara menurut Humas Pelija, Ujang Fahpulwaton, dalam refleksi akhir tahun kali ini difokuskan pada beberapa hal. Di antaranya terkait Kawasan Bandung Utara, penanganan Citarum, alih fungsi lahan, dan juga kebakaran hutan.
"Kami berharap pembangunan di Jabar bisa meminimalisir resiko kerusakan lingkungan," katanya.
Salah satu yang menjadi perhatian Pelija, kata Ujang, adalah KBU yang harus benar-benar diawasi. Penegakan hukum menjadi hal utama dan harus diperhatikan. Sebabn secara aturan sudah memadai namun ketika penegakan di lapangan lemah maka aturan sebaik apa pun tidak akan efektif.