Selasa 01 Dec 2015 23:50 WIB

Pengamat: Penolakan Warga Bukti Pemda Gagal Sosialisasikan RTRW

Rep: C36/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pekerja sedang menyelesaikan proyek infrastruktur dikawasan Kuningan,Jakarta, Selasa (7/7).
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Pekerja sedang menyelesaikan proyek infrastruktur dikawasan Kuningan,Jakarta, Selasa (7/7).

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Pengamat tata kota, Nirwono Joga, menilai penolakan warga terkait beberapa proyek pembangunan infrastruktur di Jabodetabek merupakan imbas kegagalan sosialisasi peraturan rencana tata ruang dan wilayah (RTRW). Pemerintah daerah setempat harus memprioritaskan sosialisasi penetapan RTRW.

"Kondisi yang hampir seragam di Jabodetabek membuktikan pemerintah daerah setempat kurang maksimal memberikan sosialisasi. Semestinya, aturan RTRW segera diturunkan dalam rencana detail tata ruang (RDTR) di tingkat kota atau kabupaten," jelas Nirwono saat dihubungi Republika, Selasa (1/12).

RDTR, lanjut dia, harus disusun sedemikian rupa dengan melibatkan stakeholder dan masyarakat setempat hingga tingkat kecamatan. Namun, saat ini pihaknya belum melihat adanya komitmen penyusunan RDTR secara maksimal. Indikasinya dapat dilihat dari sedikitnya daerah di Jabodetabek yang sudah mengesahakn RDTR dalam peraturan daerah (Perda). Tercatat baru DKI Jakarta yang memiliki pengaturan RDTR secara resmi.

"Padahal, RDTR ini sangat berguna secara jangka panjang. Jika sudah ada RDTR, penolakan atau protes pembangunan infrastruktur bisa dihindari," tegas Nirwono.

Nirwono mengatakan, jika pemerintah setempat punya komitmen, sosialisasi sebelum menyusun RDTR bisa dilakukan secara sederhana. Pertama, sosialisasi bisa dipaparkan di laman resmi pemerintah daerah.

Kedua, pemaparan bisa lebih ditekankan lewat obrolan di media sosial seperti facebook. "Melempar topik untuk berdiskusi di media sosial lebih efektif. Bahasa yang digunakan sebaiknya juga sederhana dan dipahami warga sehingga pembahasan RDTR ini tidak lagi menjadi topik yang melulu serius atau sarat hal teknis," papar Nirwono.

Dia mencontohkan dengan mengemukakan isu pembangunan jalan tol yang akan mengimbas permukiman warga. Pemda setempat melalui SKPD terkait bisa menggelar diskusi langsung atau diskusi di media sosial.

"Paparannya sederhana saja dan disampaikan intinya. Misalnya akan ada tol yang dibangun melewati kelurahan warga atau perumahan warga. Jelaskan kondisi, efek dan penawaran solusi agar masyarakat bisa berpartisipasi aktif sejak awal," pungkas Nirwono.

Sebelumnya, Senin (30/11) warga perumahan GDC Depok, menggelar aksi penolakan pembangunan puskesmas. Warga merasa tidak pernah dilibatkan dalam pembahasan rencana pembangunan puskesmas. Di hari yang sama, warga kompleks Merida Dream Home, Pamulang, Kota Tangerang Selatah juga menyatakan menolak pembangunan Tol JORR II, Serpong - Cinere. Warga menduga ada kelalaian yang dilakukan Pemkot Tangsel saat mengeluarkan izin pendiarian kompleks perumahan pada 2011 lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement